KEADILAN– Crazy Rich Helena Lim, didakwa telah menerima sekaligus mendistribusikan uang senilai 30 juta dolar AS atau setara Rp420 miliar ke Harvey Moeis terkait perkara dugaan korupsi pengelolaan tata niaga timah pada Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
Uang sebanyak itu, diterima Helena Lim usai beberapa perusahaan smelter swasta melakukan transfer melalui PT Quantum Skyline Exchange (QSE) yang merupakan perusahaan money changer milik Crazy Rich PIK tersebut.
“Jumlah uang terkait kegiatan kerjasama antara smelter swasta dengan PT Timah Tbk yang diterima terdakwa melalui sarana PT Quantum Skyline Exchange milik Helena yaitu sebesar 30.000.000 dolar AS atau setara Rp420.000.000.000,” ucap Jaksa Ardito Muwardi saat membacakan dakwaan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Setelah uang itu masuk ke rekening PT QSE, Helena kemudian menukarkan uang rupiah itu ke dalam mata uang asing.
Uang tersebut, berasal dari kesepakatan antara Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT) dengan Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi dan Alwin Albar selaku Direktur Operasi serta 27 pemilik perusahaan smelter swasta.
Uang itu kemudian, diberikan ke Harvey secara bertahap melalui kurir PT QSR ke tiga lokasi, yakni di Jalan Gunawarman Nomor 31-33 Jakarta Selatan, kantor RBT di Kuningan Jaksel, dan TCC Tower Jakarta Pusat.
“Terdakwa Helena melalui PT QSE mendapatkan keuntungan seluruhnya kurang lebih sebesar Rp900,000.000,” tuturnya.
Melalui Harvey, Riza dan Alwin melakukan kesepakatan dengan pihak smelter swasta dengan meminta 5 persen untuk setiap bijih timah.
Kemudian, Harvey Moeis meminta biaya sebesar 500 hingga 750 Dollar AS kepada sejumlah perusahaan smelter swasta sebagai bentuk uang pengamanan.
Namun untuk memuluskan pemufakatan jahat itu, kedua belah pihak mendalihkan dana pengamanan itu tercatat sebagai biaya Corporate Social Responsibility (CSR).
“Kemudian disepakati oleh ke empat orang tersebut untuk mengumpulkan dana pengamanan seolah-olah pemberian biaya CSR dengan nilai sebesar 500 dolar AS per meter ton yang dihitung dari hasil peleburan timah dengan PT Timah Tbk,” jelas Jaksa.
Usai kesepakatan terpenuhi, Harvey kemudian menindalanjutinya dengan menyusun mekanisme pengiriman dana pengamanan tersebut.
Harvey pun akhirnya meminta pihak smelter swasta untuk menghubungi Helena Lim dan selanjutnya mentransfer dana pengamanan tersebut melalui sarana money changer milik Helena.
“Setelah disampaikan kemudian pemilik smelter swasta maupun karyawan swasta mengirimkan uang ke rekening money chnager PT Quantum Skyline Exchange yang diberikan Helena,” terangnya.
Dari hasil dana pengamanan CSR tersebut, Helena Lim mendapatkan keuntungan dengan membeli sejumlah aset mulai lahan, ruko, dan rumah.
“Bahwa dari pengelolaan dana pengamanan seolah-olah CSR tersebut, terdakwa Helena melalui pada PT Quantum Skyline Exchange mendapatkan keuntungan yang selanjutnya dipergunakan untuk sejumlah pembelian,” ungkap Jaksa Ardito
Selain itu, jaksa juga mendakwa Helena dengan bersama terdakwa lainnya telah merugikan keuangan negara Rp300 triliun. Jumlah itu berdasarkan hasil laporan audit penghitungan kerugian keuangan negara dengan nomor registrasi PE.04.03/S-522/D5/03/2024.
Atas perbuatannya itu, Helena Lim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 serta Pasal 4 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 56 KUHP.
Reporter: Ainul Ghurri
Editor: Darman Tanjung