KEADILAN- Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap sebesar Rp25,7 miliar terkait izin ekspor benur. Suap itu terkait izin ekspor benih atau benur lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2020.
“Melakukan atau turut serta beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, telah menerima hadiah atau janji,” sebut jaksa KPK Ronald Worotikan saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/4/2021).
Dalam dakwaan disebutkan, suap itu diterima Edhy Prabwowo dari eksportir benur melalui para stafnya bernama Amiril Mukminin, Safri, Ainul Faqih, Andreu Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranoto Loe.
Edhy juga menerima suap sebesar 77 ribu dolar AS atau sekitar Rp1,126 miliar dari pengusaha sekaligus pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito.
Selain itu, Edhy juga menerima uang dari Suharjito dan para eksportir lainnya sebanyak Rp24,6 miliar.
“Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,” papar jaksa.
Suharjito sendiri telah dituntut tiga tahun penjara denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Edhy didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam kesempatan itu, Edhy tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaannya.
Dengan begitu, perkara ini akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, Rabu (21/4) mendatang. Edhy menyerahkan sepenuhnya kepada penasihat hukum terkait keputusan tersebut.
“Setelah kami berdiskusi kepada terdakwa (Edhy Prabowo), kami berkesimpulan baik terdakwa maupun penasihat hukum tidak mengajukan keberatan,” kata penasihat hukum Edhy, Soesilo Aribowo, usai persidangan.
Sementara itu, jaksa menyatakan akan menghadirkan sekitar 50 orang saksi. Jaksa juga mengusulkan agar pemeriksaan saksi bisa dilakukan secara bersamaan dengan dua perkara lainnya, dengan terdakwa staf khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi dkk.
Namun, majelis hakim belum bisa mengabulkan saat ini karena perlu mengakomodasi pendapat penasihat hukum Edhy.
“Baik, tentunya nanti akan didengar terlebih dahulu dua berkas yang akan dibacakan. Maka, majelis akan menentukan sikap jika sudah mendengar semua dakwaan,” kata ketua majelis hakim Albertus Usada.
AINUL GHURRI