Tiga Hal Mengharuskan Perkara Pagar Laut Korupsi dan Dikembalikan Kejagung, Satu Lagi Jaksa Dipidana Bila Paksakan P-21

Kejagung tak mau terulang Tragedi Cyrus Sinaga jilid dua

KEADILAN – Kejaksaan Agung menyampaikan tiga alasan utama perkara pagar laut termasuk tindak pidana korupsi dan harus dikembalikan jaksa peneliti pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) kepada penyidik Polri. Jika penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara ke Polri dan memaksakan berkas lengkap maka jaksa peneliti bisa terancam tindak pidana.

Demikian disampaikan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Harli Siregar, Direktur A pada Jampidum Nanang Ibrahim Soleh dan Ketua Tim Jaksa Peneliti Dr Sunarwan kepada keadilan.id.

Para pejabat Kejaksaan Agung tersebut dengan tegas-tegas menyatakan perkara Pagar Laut atas nama tersangka Kepala Desa Kohod Arsin dan kawan-kawan terkait dugaan pemalsuan dokumen untuk penerbitan SHM dan SHGB di kawasan pagar laut wilayah Kabupaten Tangerang merupakan perbuatan tindak pidana korupsi.

Nanang Ibrahim Soleh kepada wartawab mengatakab bahwa perbuatan korupsi tersebut didasari adanya indikasi dugaan suap, pemalsuan dan penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara.

“Karena itu berkas perkara kita kembalikan lagi ke penyidik Dirtipidum Bareskrim Polri pada Senin lalu (14/04/2025) karena penyidik tidak memenuhi petunjuk jaksa,” tutur Nanang.

Nanang menyebutkan dalam pengembalian berkas perkara tersebut disertai petunjuk untuk diteruskan kepada Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri untuk yang menanganinya.

Dia pun mengutip ketentuan dalam pasal 25 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi yaitu dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi didahulukan dari perkara lainnya.

“Sehingga sesuai asas hukum Lex Specialis Derogat Legi Generalia atau hukum yang bersifat khusus atau Lex Specialis mengesampingkan hukum yang bersifat umum atau Lex Generalis dan Lex Spesialis disini adalah Korupsi,” ujarnya.

Ia juga menegaskan penanganan kasus Arsin dkk terkait pemalsuan tidak bisa dipisah dengan dugaan perbuatan korupsinya. Jika dipisah nanti nebis in idem. Atau kasus sama tidak bisa diadili dua kali,” katanya didampingi Kapuspenkum Harli Siregar.

BACA JUGA: Pengembalian Uang Rp565 Miliar oleh 9 Tersangka Membuat Perkara Lembong Terbukti Dengan Sendirinya

Sunarwan sebagai jaksa peneliti yang ikut memberikan penjelasan kepada wartawan menambahkan bahwa tanah yang disertifikasi pada mulanya milik negara. Lalu diubah secara melawan hukum menjadi milik perseorangan. Setelah itu diubah lagi secara melawan hukum sehingga dikuasai perusahaan.

Dia menyebutkan perbuatan melawan hukum tersebut diduga dilakukan oleh penyelenggara negara. Mulai dari Kepala Desa hingga yang memproses keluarnya SHM dan SHGB.

Sementara Kapuspenkum Harli Siregar menambahkan saat pengembalian pertama selain berkas Arsin dkk juga ikut dikembalikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Negitu juga dengan oengembalian kedua pada 10 April 2025. Pernyataan Harli ini mengkonfirmasi kebenaran berita keadilan.id bahwa berkas dan SPDP pagar laut dikembalikan ke Mabes Polri.

Adapun Arsin dan tiga lainnya yaitu UK, SP dan CE seperti diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Dirtipidum Bareskrim Polri sejak 23 Februari 2025 atau terhitung sudah 52 hari mendekam di penjara.

Sementara itu secara terpisah, sumber keadilan.id di Kejaksaan Agung menyebutkan tidak mungkin dinyatakan lengkap sebagai perkara pidana umum oleh Kejaksaan Agung. Alasannya, jika dinyatakan lengkap maka jaksa bisa dipidana karena memaksakan perkara pidana khusus menjadi perkara pidana umum.

Jaksa senior tersebut menyampaikan bahwa pimpinan kejaksaan telah mewanti-wanti jajarannya agar ‘tidak masuk angin’ terkait perkara pagar laut. Bahkan mengingatkan kasus Jaksa Cyrus Sinaga yang akhirnya dipidana melakukan tindak pidana korupsi karena memaksakan perkara tindak pidana korupsi sebagai perkara pidana umum melalui pernyataan P-21 atau berkas lengkap.

Sebagaimana diketahui, perkara pagar laut menjadi polemik nasional. Lautan milik negara tersebut tiba-tiba dipagar dan diklaim telah disertifikasi menjadi 260 bidang. Pemilik 260 bidang tersebut adalah dua perusahaan. Dan dua perusahaan tersebut diduga terafiliasi dengan Agung Sedayu Grup.

Belakangan terungkap lautan tersebut disertifikasi oleh Arsin dengan mengumpulkan 360 KTP penduduk. Kemudian bersama-sama oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan Sertifikat Hak Milik. Setelah itu agar bisa dikuasai dua perusahaan tersebut, BPN mengubah SHM-SHM tersebit menjadi SHGB.

BACA JUGA: Kejagung Kembalikan Lagi Berkas dan SPDP Pagar Laut, Minta Dirtipidum Serahkan Perkara ke Kortas Tipikor Polri