Kejagung Kembalikan Lagi Berkas dan SPDP Pagar Laut, Minta Dirtipidum Serahkan Perkara ke Kortas Tipikor Polri

Kepala Desa Kohot tidak sendirian terbitkan 360 sertifikat di Pagar Laut

KEADILAN – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali mengembalikan berkas dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara Pagar Laut Tangerang, Senin (14/04/2025). Tim jaksa penuntut umum Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) berpendapat perkara Pagar Laut bukan tindak pidana umum tapi tindak pidana korupsi. Oleh karena itu penyidik Dirtipidum diminta menyerahkan penyidikan perkara kepada penyidik (Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Mabes Polri.

Ketua Tim Jaksa Peneliti perkara Pagar Laut pada Jampidum Kejagung Dr Sunarwan kepada keadilan.id menyatakan bahwa alasan pengembalian penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabea Polri tak memenuhi petunjuk. Padahal penyidik sesuai ketentuan pasal 138 ayat 2 KUHAP wajib memenuhi petunjuk penuntut umum.

“Berkas yang dikirim Kamis 10 April 2025 sama sekali tak berbeda dari berkas pertama yang dikirimkan kepada kami dan sudah kami kembalikan pada Maret 2025 lalu,” ujar Sunarwan.

Disampaikannya, pada Maret 2025 lalu pihaknya telah mengembalikan berkas perkara tersebut sekaligus SPDP perkara tersebut kepada penyidik Dirtipidum Mabes Polri. Alasannya karena Jampidum tak berwenang melakukan penuntutan perkara Pagar Laut Tangerang. Sebab perkara perkara tersebut merupakan perkara tindak pidana korupsi.

Namun penyidik Dirtipidum tidak mengindahkan petunjuk tersebut. Pada Kamis 10 April 2025 lalu kembali mengirimkan berkas yang sama ke Jampidum. “Berkas ini dikirim tanpa SPDP karena SPDP sudah kita kembalikan,” ujarnya.

Hari Senin 14 April 2025 Kejagung mengembalikan lagi berkas tersebut kepada penyidik Dirtipidum Mabes Polri. “Senin siang, setelah berkas kita kembalikan, penyidik menyusulkan SPDP. Namun siang itu juga SPDP tersebut kita kembalikan,” ujarnya kepada keadilan.id, Selasa (15/04/2025).

Kepada keadilan.id, Sunarwan menegaskan bahwa petunjuk yang diberikan kepada penyidik sudah jelas dan terang benderang. Perkara Pagar Laut bukan perkara tindak pidana umum. Namun perkara Pagar Laut Tangerang adalah tindak pidana korupsi karena melibatkan penyelenggara negara. Bahkan penyelenggara negara bukan hanya Kepala Desa Kohod saja. Tetapi juga melibatkan instansi lain seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tangerang.

Ia mengatakan bahwa pemalsuan yang dilakukan Kepala Desa Kohod Tangerang tidak sama dengan perbuatan pemalsuan uang. Namun pemalsuan keterangan yang dilakukan kepala desa terswbut untuk menghasilkan 360 sertifikat tanah dengan menggunakan 360 KTP warga. Dimana perbuatannya menyebab milik negara berubah kepemilikan menjadi milik individu.

Belakangan, 360 sertifikat tanah tersebut kabarnya beralih lagi kepemilikan kepada dua perusahaan. Dua perusahaan tersebut belakangan diduga terafiliasi dengan Agung Sedayu Grup. Sebelum peralihan Sertifikat Hak Milik (SHM) individu kepada dua perusahaan tersebut, status SHM diubah dulu ke Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU).

Menurut Sunarwan, perbuatan Kepala Desa Kohod hanya bagian dari peristiwa pidana terbitnya 360 SHM tanah Pagar Laut Tangerang. Selain melibatkan kepala desa, juga melibatkan tim verifikasi yang menerbitkan sertifikat.

Atas dasar itu, pasal 263 KUHAP yang digunakan penyidik untuk menjerat Kepala Desa Kohod pada dasaenya instrumen yang dilakukan para pelaku untuk melakukan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, jaksa peneliti meminta penyidik Dirtipidum menyerahkan penanganan perkara kepada penyidik pada Kortas Tipikor Mabes Polri untuk ditangani.

Dengan pengembalian SPDP, secara terang Kejagung menyatakan bahwa perkara pagar laut adalah perkara korupsi dan karena Jampidum tak berwenang melakukan penuntutan. Maka Jampidum meminta penyidik Dirtipidum menyerahkan penyidikan kepada Kortas Tipikor untuk disidik dan kemudian berkordinasi dengan penuntut umum pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus).

Sekedar diketahui Kortas Tipikor dibentuk Kapolri untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Pembentukan Kortas Tipikor untuk menjawab keraguan masyarakat atas keseriusan Polri memberantas korupsi.

BACA JUGA: Berturut-turut Tangkap Hakim, IPW Akui Kejaksaan di Depan KPK dan Polri dalam Pemberantasan Korupsi