KEADILAN– Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) kembali bergulir. Kali ini perkara dengan nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 mengagendakan pemeriksaan untuk mendengar keterangan saksi dan ahli dari Pemohon I yakni untuk Tim Hukum Nasional Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN).
Salah satu saksi ahli Ilmu Pemerintahan dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Bambang Eka Cahya menyinggung pencalonan Gibran Rakabuming Raka yang menjadi cawapres berkat putusan 90/PUU-XXI/2023.
Bambang mengatakan, majunya Gibran sebagai cawapres merupakan sebuah ketidakjujuran dan ketidakadlian dalam proses penetapan sebagai cawapres, hal itu bukan hanya sekadar melanggar etika tetapi juga pelanggaran konstitusi.
“Catatan saya adalah kerangka hukum pemilu harus dijalani secara konsisten dan tanpa kelalaian serta tidak boleh diamandeman dalam waktu sebelum pemilu perubahan persyaratan dalam waktu yang singkat di tengah proses pendaftaran mengakibatkan perubahan mendasar terhadap peta petisi Pemilu 2024,” ucap Bambang dalam persidangan di MK, Senin (1/4/2024).
Menurutnya, masuknya Gibran selaku putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan ketimpangan dalam kompetisi pemilu, dan demokrasi mengalami disfungsi.
“Elektoral UU Pemilu mestinya tidak diubah di tengah Pemilu agar terjadi kesempatan yang sama tidak ada yang secara spesifik diuntungkan oleh perubahan dadakan tersebut,” tuturnya.
Bambang menjelaskan, diskualifikasi peserta pemilu bukan hal yang tak mungkin terjadi di MK, dia memaparkan bahwa beberapa perkara yang pernah dikabulkan saat seorang calon bupati didiskualifikasi dalam pilkada di Kabupaten Yalimo dan perkara lainnya, yakni; MK memutuskan diskualifikasi terhadap calon bupati dalam putusan sela No. 145/PHP-BUP/XIX/2021 dalam Pilkada Kabupaten Yalimo, dengan mendiskualihkasi sdr. Erdi Darbi dan memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh TPS; MK memutuskan diskualifikasi terhadap pasangan Yusac Taluwo dan Yacob Waremba dalam kasus sengketa hasil pilkada kabupaten Boven Digul melalui perkara No. 132/PHP-BUP-XIX/2022. memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh TPS tanpa melibatkan pasangan calon Yusac Yaluwo dan Yacob Warembe; MK memutuskan diskualifikasi terhadap pasangan calon Dinwan Mahmud dan Hartawan dalam kasus PPHPU Pikada Bengkulu Selatan dengan Nomor perkara 57/PHPU.D-VII/2008, MK memutuskan diskualifikasi terhadap pesangan calon Umar Zunaidi H. dan Irhan Taufik karena melakukan pelanggaran terukur, yakni tidak memenuhi syarat calon melalui Putusan Pilkada Kota Tebing Tinggi Nomor 12/PHPU D-VII/2010.
Di sisi lain, Bambang menyebutkan bahwa KPU telah melanggar prosedur saat melakukan penerimaan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Seharusnya, kata Bambang, KPU masih memiliki waktu untuk mengubah PKPU setelah MK mengetuk sahnya Peraturan Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usai capres dan cawapres.
Lebih lanjut, mestinya KPU wajib membuat Peraturan KPU (PKPU) berkaitan pelaksanaan tahapan pemilu dan dikonsultasikan dengan DPR serta pemerintah.
Tetapi, sebaliknya KPU justru telah menetapkan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang pencalonan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diundangkan 13 Oktober 2023.
Dalam peraturan tersebut, KPU menetapkan batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden dengan 40 tahun. Bambang menyebutkan, bahwa pencalonan Gibran dalam hal ini tidak berlaku karena tidak sesuai prosedur.
Dia mengatakan KPU baru menerbitkan PKPU Nomor 23 Tahun 2023 atas perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 pada 3 November 2023, atau setelah proses pendaftaran calon peserta Pilpres selesai.
“PKPU Nomor 19 Tahun 2023 belum diperbarui. Mengapa KPU menerima pendaftaran dan melakukan verifikasi berkas pasangan calon 02 yang tidak memenuhi syarat usia seusai PKPU Nomor 19 Tahun 2023,” jelas dia.
Menurut dia, KPU telah bertindak diskriminatif dalam melakukan penerimaan pencalonan Wakil Presiden Gibran Rakabuming. Padahal, kata dia, saat itu PKPU Nomor 19 Tahun 2023 belum direvisi setelah ada putusan MK.
Reporter: Ainul Ghurri
Editor: Darman Tanjung