KEADILAN – Kementerian Pertahanan di bawah kepe- mimpinan Prabowo Subianto disorot publik terkait berbagai kebijakannya. Salah satunya rencana pembelian pesawat tempur bekas, milik Qatar, yakni Mirage 2000-5. Tidak hanya itu, pembu- kaan 6.000 hektar hutan di Kalimantan Tengah dari rencana 30.000 hektar kini terbengkalai karena lahannya tidak cocok ditanami singkong. Ada pula proposal perdamaian antara Rusia-Ukraina yang dipaparkan Prabowo dalam per- temuan menteri-menteri perta- hanan di Singapura yang ditolak Ukraina.
Anggota Komisi I DPR RI Mayjen (Purn) Dr. H. Tb Hasanuddin mengungkapkan banyak hal terkait berbagai kontroversial di Kementerian Pertahanan kepada KEADILAN. Tb Hasanuddin mengatakan, pihaknya sama sekali tidak mengetahui rencana pembelian pesawat tempur Mirage 2000-5 itu karena memang tidak pernah dibicarakan. Pen- siunan jenderal bintang dua yang merupakan kader PDIP ini juga mengatakan, komunikasi antara Komisi I DPR yang membidangi urusan pertanahan dan luar negeri tidak begitu baik. Salah satu alasannya, setiap rapat dengan Komisi I, yang datang bukan lah Menteri Pertahanan tapi hanya Wakil Menteri Pertanahan. Seperti dipaparkan dalam wawancara khusus dengan KEADILAN, di ruang kerjanya, Nusantara I, Senayan, Jakarta Pusat, Juli lalu.
Beberapa waktu belakangan Kemenhan (Kementerian Pertahanan) banyak menjadi sorotan. Baik dalam hal tender proyek maupun bidang-bidang yang menurut banyak pihak bukan ranah Kemenhan tapi dimasukkan menjadi ranah Kemenhan seperti food estate. Bagai- mana pandangan Anda?
Jadi begini, ada komunikasi yang menurut hemat saya dalam konteks Kemenhan sebagai mitranya Komisi I, kurang lancar. Kenapa? Karena memang Pak Menhan (Prabowo Subianto, red) jarang datang dan selalu didelegasikan kepada Wamen (wakil menteri). Sementara Wamen dalam struktur ketika kita diskusi dengan DPR, kadang- kadang tidak bisa memutuskan. Karena yang mempunyai kebijakan itu kementerian. Dalam hal ini, menterinya. Sehingga banyak hal yang sebetulnya bisa selesai di ruangan rapat akhirnya jadi kemudian melebar kemana mana.
Sekarang ada yang lagi ramai soal pembelian 12 unit pesawat tempur ex Qatar. Seperti apa sebenarnya?
Pertama. Dalam paparan Wamen, tidak ada tercantum akan membeli pesawat Mirage 2000 dari Qatar. Tidak ada, yang ada itu membeli Alutsista Angkatan Udara senilai Rp11 miliar. Sehingga orang tidak bertanya. Alutsista itu kan bisa saja bukan hanya pesawat, misalnya peluru. Kemudian senapan, karena di Angkatan Udara itukan ada juga Kopasgat. Pasukan gerak cepat yang notabene juga beli senapan ringan. Awalnya itu. Orang tidak tertarik, baru ramai ketika Menhan mau beli Mirage 2000- 5.
Nilainya berapa?
Ya nilainya itu Rp11,8 triliun. Saya tidak tahu apakah ini kesalahan atau kesengajaan. Dan itu (rencana pembelian pesawat tempur, red), kami dengar media. Jadi tidak ada paparan soal rencana pembelian pesawat Mirage itu di tahun anggaran (2023) ini. Mestinya rapat tahun kemarin kan untuk tahun anggaran ini, jadi tidak ada.
Janganlah kemudian anggota DPR dianggap nyinyir. Itu adalah kewajiban konstitusi kami. Lalu sekarang dari sisi aturan ya harusnya dipaparkan dengan jelas, tidak usah ditutup-tutupi bahwa akan membeli pesawat dari negara ini (Qatar). Kata negara ini itu menjadi kewajiban untuk menanyakan dan berdasarkan laporan. Mengapa? Karena menurut peraturan perundang-undangan, anggota DPR harus dilapori sumber dari negara mana barang itu. Untuk apa? Ini kan urusan politik luar negeri yang notabene mit- ranya Komisi I. Untuk apa DPR harus tahu darimana sumber alutsista itu dibeli? Khawatir nanti secara politik di embargo.
Asal alutsista itu?
Karena banyak pengalaman, kita sudah beli ternyata di embargo, ya enggak bisa dipakai. Kedua, mengapa juga harus dilaporkan ke DPR? Karena ini masalah hak budge- ting dari DPR. Itu kan
menyangkut, jumlah sekian itu nanti keuangan negara. Disetujui atau tidak? Harus seperti itu. Jadi jangan kemudian, tidak usah (lapor), ya harus.
Kalau dari sisi teknis sendiri pesawat ini seperti apa?
Sekarang kalau dari sisi teknisnya, membeli barang dari luar negeri diizinkan oleh undang-undang No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan Strategis. Dengan catatan Indonesia itu belum mampu memproduksi. Jadi membeli peluru, membeli senjata, membeli pesawat, boleh. Karena kita belum mampu memproduksi.
Tapi menurut undang-undang pembelian dari luar negeri ini wajib hukumnya kerjasama dengan industri per- tahanan dalam negeri. Untuk apa? untuk bisa bekerjasama alih teknologi supaya kalau bisa sekalian membuat pab- riknya di Indonesia. Itu soal masalah teknisnya. Nanti alih teknologi itu ada persyaratannya juga.
Katanya pesawat ini dulu pernah dihibahkan ke Indo- nesia tapi ditolak oleh pemerintah?
Ya. Tahun 2009 pernah dita- warkan dan ditolak, waktu itu menterinya Pak Juwono Sudarsono.
Tetapi itu ya Mirage kelas 3 yaitu 2000-3. Yang ini, Mirage 2000-5. Dulu ditolak karena untuk biaya perawatannya lebih besar. Ya sudah, ngapain menerima barang bekas dengan biaya yang gede ngurusinnya dan membebani TNI Angkatan Udara. Sehingga ditolak, tidak diterima.