KEADILAN– Kuasa hukum mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo, Junaedi Saibih, keberatan terhadap wajib pajak dan konsultan pajak yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam sidang lanjutan proses pembuktian.
Protes ini terjadi, ketika Jaksa KPK mengungkapkan identitas dua orang saksi yang dihadirkan di ruang Kusuma Atmadja Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Menurut Junaedi, jaksa KPK seharusnya menghadirkan saksi korban dalam sidang perdana.
“Sebelum JPU menghadirkan saksi-saksi, kami mohon JPU terlebih dahulu menjelaskan bahwa saksi yang dihadirkan ini akan menjelaskan apa dan dalam kapasitas apa? Karena kami juga baru mendapatkan informasi tentang saksi yang akan diperiksa itu kemarin siang,” kata Junaedi dalam persidangan, Senin (25/9/2023).
Junaedi mengatakan, berdasarkan Pasal 160 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang pada pokoknya menyebutkan, saksi awal yang dihadirkan dalam proses pembuktian adalah saksi korban.
“Kita juga mesti lihat, sesuai KUHAP 160 bahwa yang pertama kali diperiksa itu adalah saksi korban. Kami minta penjelasan dari JPU KPK bagaimana implementasi 160 Ayat 1 tersebut dan kenapa tidak dihadirkan pertama kali sesuai dengan pasal 160 Ayat 1,” ucap Junaidi melanjutkan.
Mendengar protes itu, jaksa KPK lantas mengungkapkan identitas dua orang saksi yang bakal memberikan keterangan di muka persidangan.
Pertama, Bachri Marzuki merupakan wajib pajak dari PT Airfast Indonesia. Bachri merupakan klien dari perusahaan konsultan pajak PT Artha Mega Ekadhana (ARME).
Adapun PT ARME merupakan perusahaan konsultan pajak milik Rafael Alun dan istrinya Ernie Meike Torondek. Kemudian, saksi kedua yang dihadirkan jaksa KPK adalah tax specialists atau konsultan pajak PT ARME.
“Saksi ini adalah dari PT ARME yang merupakan perusahaan konsultan pajak dan salah satunya, saksi satunya adalah wajib pajak yang menjadi klien PT ARME,” papar jaksa KPK.
Lebih lanjut, kata jaksa, urutan saksi yang dihadirkan untuk pembuktian merupakan wewenang penuntut umum.
“Mengenai urutan bagaimana kami memeriksa saksi, itu menjadi kewenangan kami yang mana saksi yang akan diperiksa duluan,” tuturnya.
Ketua majelis hakim Suparman Nyompa pun turut menjelaskan rangkaian sidang perkara tipikor. Hakim menyampaikan, pembuktian perkara tipikor tidak sama dengan perkara tindak pidana umum.
“Jadi, ini tadi yang disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa itu maksudnya saksi korban ini kalau itu menyangkut kejahatan terhadap jiwa atau harta benda, ini kan tindak pidana korupsi. Beda,” jelas hakim Suparman.
Reporter: Ainul Ghurri
Editor: Darman Tanjung