Mantan Dirjen Kemenakertrans Didakwa Rugikan Negara Rp17,6 Miliar

KEADILAN– Mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) RI Reyna Usman, didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp17,6 miliar.

Jaksa KPK menyebutkan, Perbuatan Reyna bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenakertrans I Nyoman Darmanta dan Karunia selaku Direktur PT Adi Inti Mandiri. Reyna dan Darmanta diduga memperkaya Karunia.

“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum,” kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/6/2024).

Kasus ini bermula, ketika Reyna menjabat sebagai Sekretaris Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Sesbinallatas) Kemnakertrans pada 2010. Saat itu ia baru mengenal Karunia, dalam pertemuan pertama Karunia langsung menyampaikan niatnya mengajukan izin perusahaan untuk Jasa Pelatihan TKI dan sepakat akan memberikan fee kepada Reyna sebesar Rp 3 miliar.

Kemudian pada 25 April 2011, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan rapat kabinet terbatas (Ratas) dan memutuskan membentuk Tim Terpadu Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Ratas itu, menyusun daftar inventarisasi permasalahan penempatan 87 dan perlindungan TKI di luar negeri, serta mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Dari Ratas tersebut, terbitlah Keputusan Presiden (Keppres) No. 15/2011 tentang Tim Terpadu Perlindungan TKI pada 14 Juni. Salah satu rekomendasi tim terpadu itu adalah perlu dilaksanakan dengan segera integrasi sistem informasi dan database TKI yang bisa diakses setiap Kementerian.

“Tim Terpadu Perlindungan TKI di Luar Negeri akhirnya menghasilkan 13 rekomendasi yang salah satunya adalah perlu dilaksanakan dengan segera integrasi sistem informasi dan database TKI yang dapat diakses oleh setiap Kementerian dan Instansi terkait,” ujarnya.

Dengan alibi menjalankan 13 rekomendasi pada Ratas, Reyna selaku Dirjen Binapenta saat itu langsung menyusun anggaran Rincian Belanja Satuan Kerja TA 2012. Di mana anggaran pekerjaan Pembangunan Sistem Aplikasi dan Perangkat Pengawasan senilai Rp20 miliar.

Pada 2012 itu, Karunia belum mendapatkan izin perusahaan untuk Jasa Pelatihan TKI, padahal Reyna sudah menerima uang dari Karunia. Namun, Reyna menginformasikan ke Karunia bahwa ada pekerjaan Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI, dan menawarkan Karunia melaksanakan pekerjaan tersebut, Karunia pun menyetujui ide itu.

“Selanjutnya Reyna Usman mengarahkan Karunia untuk berkoordinasi dengan Terdakwa I Nyoman Darmanta terkait pengadaan tersebut dan memerintahkan Terdakwa I Nyoman Darmanta untuk menggunakan dokumen perencanaan pengadaan yang dibuat oleh Bunamas dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan spesifikasi teknis,” ujarnya.

Reyna meminta Dewa Putu Santika jadi penghubung Karunia terkait lelang protek tersebut. Dewa pun meminta fee sebesar 5 persen dari nilai proyek dan disetujui oleh Karunia.

Tindak lanjut dari kesepakatan itu, Karunia membentuk tim tender PT AIM yang terdiri dari Bunamas, Geogre Verman Christopher Hilliard, dan Acep Mardiyana yang tugasnya menyusun dokumen sistem dan spesifikasi teknis.

Lelang pun dilaksanakan tanpa menggunakan konsultan perencana, tapi memakai dokumen perencanaan PT AIM. Lelang diumumkan dengan pagu paket pekerjaan Rp20 miliar, sedangkan HPS paket itu Rp19,8 miliar.

“Karunia kemudian memerintahkan tim tender PT AIM untuk mengikuti lelang tersebut dan menyampaikan kepada Bunamas bahwa PT AIM sudah dikondisikan akan menjadi pemenang,” papar jaksa.

Karunia pun meminta pada tim tender PT AIM agar harga penawaran perusahaan pendamping lelang yakni PT Chateau Waywell Secutech dan PT Adyawinsa Telecommunication & Electrical dibuat lebih tinggi dibandingkan PT AIM. Dalam lelang ini, PT CWS membuat penawaran Rp19,8 miliar dan PT ATE Rp19,8 miliar, sedangkan PT AIM Rp19,7 miliar.

“PT AIM dinyatakan lulus dan memenuhi syarat dengan nilai penawaran terkoreksi Rp19,77 miliar,” urainya.

Jaksa menambahkan, Karunia menerima pembayaran 20 persen nilai proyek yang telah dipotong pajak sebesar Rp3,58 miliar. Selanjutnya, Karunia memberikan fee Rp500 juta kepada Dewa Putu Santika.

“Baik untuk migrasi data maupun integrasi sistem antara sistem proteksi TKI milik Kemenakertrans RI dengan sistem informasi eksisting milik para stakeholder terkait, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh negara,” pungkas jaksa.

Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang- Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Reporter: Ainul Ghurri
Editor: Darman Tanjung