Koalisi Masyarakat Sipil: Stop Pembahasan Revisi RUU Polri!

KEADILAN – Koalisi Masyarakat Sipil meminta dan mendesak DPR RI menghentikan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia atau UU Polri. Pasalnya, pembahasan revisi UU itu memantik banyak kontroversi dari publik.

Dalam pernyataan sikapnya di Jakarta, Minggu (2/6/2024), Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil, menegaskan menolak keras revisi UU Polri yang jadi inisiatif DPR RI. “Pembahasan revisi UU Polri terlalu terburu-buru dan tergesa-gesa,” kata Isnur, dalam jumpa bersama bersama Koalisi Masyarakat Sipil di Kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (2/6/2024).

Mereka menganggap, banyak pasal yang serampangan. Bahkan, lanjut Isnur, pembahasan RUU tentang Perubahan ketiga UU Polri itu bernuansa kepentingan politik.

“Seharusnya, pembentukan UU baru ini memperkuat cita-cita reformasi untuk menguatkan sistem demokrasi, negara hukum dan hak dalam melindungi warga negara. Bukannya mengancam demokrasi dan hak asasi manusia,” katanya.

Ketimbang RUU Polri, ia menilai, masih banyak pembahasan UU lain yang menjadi prioritas DPR. Seperti KUHAP, RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU Penyadapan, RUU Masyarakat Adat, dan lainnya. Namun, terkesan diabaikan oleh DPR RI.

“Mendesak pemerintah dan DPR RI mengevaluasi serius dan mengaudit secara menyeluruh terhadap Polri dengan melibatkan masyarakat sipil dan lembaga HAM negara,” paparnya.

Mereka juga mendesak pemerintah dan parlemen guna memperkuat pengawasan kerja kepolisian. Baik dalam penegakan hukum, keamanan negara, atau pelayanan masyarakat, yang mampu memberi sanksi tegas bagi individu pelaku. “Serta perbaikan institusional dalam mencegah pelanggaran serupa terjadi di masa mendatang,” ungkapnya.

*Atur Tugas Intelkam*
Seperti diketahui, sebelumnya, Draf Revisi RUU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur sejumlah tugas pokok Polri. Salah satunya melakukan kegiatan pembinaan, pengawasan, hingga pengamanan Ruang Siber. Hal itu tertuang di Pasal 14 ayat (1) poin c.

Sejumlah poin lain, yaitu melakukan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai hukum acara pidana dan ketentuan peraturan perundang-undangan lain sekaligus melaksanakan kegiatan Intelkam Polri.

“Melakukan penyadapan dalam lingkup tugas Kepolisian sesuai dengan
UU yang mengatur mengenai penyadapan; dan/atau melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi pasal itu, dikutip Keadilan.id, Minggu (2/6/2024).

Berikutnya, Pasal 16 ayat (1) poin r dijelaskan, anggota Polri bisa menerbitkan atau mencabut daftar pencarian orang. “Melakukan penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan Restoratif; dan/atau melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab,” tulis pasal itu.

Tak hanya itu, di Pasal 16A juga disebut tugas Intelkam Polri pada Pasal 14 ayat (1) huruf i, Polri berwenang menyusun rencana dan kebijakan di bidang Intelkam Polri sebagai bagian dari rencana kebijakan nasional.

Lalu, melakukan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan intelijen. Serta mengumpulkan informasi dan bahan keterangan hingga melakukan deteksi dini dan peringatan dini dalam pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman. Termasuk keberadaan dan kegiatan orang asing untuk mengamankan kepentingan nasional dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Selanjutnya, pada Pasal 16B ayat (1) tertulis, kegiatan pengumpulan informasi dan bahan keterangan dalam rangka tugas Intelkam Polri seperti dimaksud dalam Pasal 16A huruf c.

Hal itu merangkum permintaan bahan keterangan ke kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lain. Serta pemeriksaan aliran dana hingga penggalian informasi.

Pada ayat (2) juga disebut kegiatan seperti pada ayat (1), dapat dilakukan terhadap sasaran sumber ancaman. Baik dari dalam atau luar negeri. Termasuk ancaman dari orang yang tengah menjalani proses hukum.

“Terkait ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup dan/atau terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional,” lanjut, bunyi pasal itu.

Berikutnya, pada Ayat (3) pun tertulis, dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan informasi dan bahan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Reporter: Ceppy Febrinika Bachtiar
Editor: Penerus Bonar

BACA JUGA: Polemik RUU Polri, YLBHI: Polisi Bisa Jadi Majelis Syuro-Super Body