KEADILAN – Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) menyetujui tujuh permohonan keadilan restoratif di Jakarta, Selasa (04/10/2022). Permohonan itu diajukan tujuh kejaksaan negeri (kejari). Total penuntutan perkara yang dihentikan tujuh perkara.
Penghentian penuntutan itu terkait perkara tindak pidana terhadap orang dan harta benda (Oharda). Keputusan penghentian penuntutan dilakukan setelah gelar (ekspose) perkara yang dipimpin Jampidum Fadil Zumhana, yang diikuti kepala Kejari dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati).
BACA JUGA: Jaksa Agung: Keadilan Restoratif Menghadirkan Keadilan Bagi Masyarakat
Sebagaimana siaran pers Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Puspenkum Kejagung), ini tujuh berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif:
1. Tersangka ILIADI alias II bin ASNI dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian.
2. Tersangka MUHAMMAD FAZIL alias AMBO bin MUSTAFA dari Kejaksaan Negeri Nunukan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
3. Tersangka HERMANSYAH bin AHYAR dari Kejaksaan Negeri Paser yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka HENDRIK bin HERMAN dari Kejaksaan Negeri Tarakan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
5. Tersangka PAULUS PALONDONGAN alias ONDONG anak dari MARKUS SA’PANG dari Kejaksaan Negeri Berau yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka ONGKI TONGKOTOW dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
7. Tersangka MUHAMMAD BILAL UMONTI alias BILALdari Kejaksaan Negeri Bitung yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sementara alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, danintimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Setelah keluar persetujuan, Jampidum memerintahkan kepada para kepala kejari menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022.
Reporter: Syamsul Mahmuddin










