KEADILAN– Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Prihasto Setyanto mengungkapkan, pejabat eselon I Kementerian Pertanian sering mendadak diminta uang saat menemani mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) melakukan kunjungan kerja.
Permintaan uang dadakan itu, dilakukan melalui mantan ajudan SYL bernama Panji dengan nominal Rp 5 hingga Rp10 juta.
“Ke Panji (setor). Banyak (sering), kadang kalau kunjungan kerja tiba-tiba diminta patungan, kalau misalnya kami eselon I mendampingi itu diminta patungan Rp 5 juta, Rp 10 juta, seperti itu,” kata Prihasto saat menjadi saksi untuk terdakwa SYL, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).
Bahkan, lanjut Prihasto, Ditjen Hortikultura pernah mengeluarkan uang sebanyak Rp27 juta secara tunai hanya untuk memenuhi permintaan pembelian baju koko saat SYL menjabat.
“Selain itu, apakah juga ada bantuan untuk pembelian baju atau celana baju koko. Saksi masih ingat?” tanya jaksa KPK.
“Info yang saya terima dari Bu Sesdit (Sekretaris Direktorat Jenderal Holtikultura) ada,” jawab Prihasto.
Namun, Prihasto mengaku tak tahu secara detail siapa yang menyampaikan permintaan tersebut. Dia mengatakan perintah itu didengarnya dari almarhum Retno Sri Hartati selaku Sesditjen Kementan saat itu.
“Itu juga permintaannya dari siapa kalau itu?” tanya jaksa.
“Kami kurang tahu persis permintaannya dari siapa, cuma yang seperti kami sampaikan kami hanya dapat laporan dari Ibu Sesdit bahwa ada permintaan untuk ini,” jawab Prihasto.
Bukan hanya itu, Prihasto juga mengatakan bahwa Ditjen Hortikultura juga pernah mengeluarkan uang Rp30 juta untuk kegiatan buka puasa bersama (bukber). Namun dia tak menyebut bukber itu digelar oleh siapa.
“Sebagaimana dalam BAP saksi nomor 36 sebesar Rp30 juta ya?” tanya jaksa lagi.
“Iya betul,” jawab Prihasto.
Diketahui, SYL didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.
Reporter: Ainul Ghurri
Editor: Darman Tanjung