Notice: Undefined index: HTTP_ACCEPT_LANGUAGE in /home/u5395795/public_html/wp-content/plugins/allpost-contactform/allpost-contactform-language.php on line 17
KEADILAN — Menimbang HAM Dalam Kasus Jiwasraya
Keadilan

Oleh: Odorikus Holang, Wartawan Majalah KEADILAN

Kasus PT Asuransi jiwasraya saat ini tengah bergulir di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Penyelidikan dan penyidikan kasus ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asuransi Jiwasraya. Penerapan hak asasi manusia (HAM) perlu dilakukan terkait persoalan yang terjadi.

Dalam keasus itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) sebekumnya telag menetapkan Komisaris PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo sebagai tersangka. Kemudian menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor.

Hal sama juga untuk Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan serta Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto.

Penetapan tersangka yang kemudian jadi terdakwa tersebut setelah Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan kasus Jiwasraya dengan nomor: PRINT – 33/F.2/Fd.2/12/ 2019 tertanggal 17 Desember 2019.

Kejaksaan Agung menyebut tiga poin pelanggaran yang dilakukan tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya sehingga asuransi pelat merah itu gagal membayar klaim jatuh tempo. Ketiganya terkait biaya dikeluarkan saat jual beli saham (fee broker), pembelian saham yang tidak likuid serta pembelian reksa dana.

Saat bergulir di pengadilan terhadap terduga pelaku, Kejagung mengenakan dakwaan primair (primer) dan subsidair (subsider). Dakwaan primer meliputi Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal 2 ayat (1) UU tersebut berbunyi: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000”.

Selanjutnya dakwaan subsider meliputi Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Namun pengungkapan dugaan korupsi tersebut membuat hak para pemegang polis diabaikan. Pasalnya, pihak jiwasraya tidak membayar klaim jatuh tempo yang seharusnya dibayar. Justru di saat kemarahan konsumen makin meninggi, negara malah hadir dengan program restrukturisasi bagi nasabah Jiwasraya.

Melalui Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan menginisiasi untuk menyelamatkan hak-hak nasabah Jiwasraya dengan program restrukturisasi, yang ditetapkan via SKB Menkeu dan Menteri BUMN No. 143/MBU/05/2020 dan No. 227/KMK.06/2020.

Jurus restrukturisasi ini juga mengacu pada Peraturan OJK (POJK) No. 71 Tahun 2006 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Mengacu pada Pasal 54 POJK menyebutkan bahwa OJK dapat memerintahkan kepada perusahaan untuk melakukan pemindahan sebagian atau seluruh portofolio pertanggungan kepada perusahaan lain, ketika perusahaan tidak dapat memenuhi tingkat solvabilitas.

Melalui program ini, portofolio nasabah Jiwasraya dialihkan dan dikelola oleh BUMN holding bidang asuransi, yakni IFG Life. Dalam hal ini, pemerintah menggelontorkan dana PMN (Penyertaan Modal Negara) sebesar Rp22 triliun-an.

Skema restrukturisasi ini mengantongi beberapa hal yaitu tidak ada pembayan tunai bagi konsumen sebagai pemegang polis, konsumen harus menunggu minimal 3-15 tahun untuk bisa mencairkan haknya, sekalipun pada nasabah yang telah jatuh tempo.

Selain itu, selama nasabah berkontrak dengan IFG Life, kontrak tersebut tidak bisa dibatalkan, kecuali nasabah meninggal dunia. Pandangan penulis, cara tersebut merupakan sikap represif negara untuk membungkam para pemegang polis dalam mendapat haknya atas klaim yang telah jatuh tempo.

Dikutip dari berbagai sumber pemberitaan, dua nasabah bernama Ruth Theresia dan Tomy Yoesman menggugat Jiwasraya di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 170/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN. Jkt.Pst terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Sayangnya PKPU tersebut ditolak. Padahal dua nasabah tersebut memperjuangkan haknya.

Tindakan negara seperti ini semakin jelas masuk dalam kategori melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal, hak setiap orang telah diatur dalam UUD 1945 pasalnya 28 huruf D ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.

Sejatinya Jiwasraya memperhatikan nasabah secara perorangan, bukan secara keseluruhan dalam membuat kebijakan demi menutupi kekurangan yang ada. Alhasil, para polis rugi karena tidak bisa memperjuangkan haknya secara pribadi.

Kebijakan tersebut bentuk pemaksaan kehendak bagi para polis. Negara dalam hal ini membuat kebijakan otoriter demi menutupi kelemahannya. Padahal dana liquid jiwasraya bisa menutupi klaim para pemegang polis yang menolak restrukturisasi.

Apalagi data Tim Satgas Restrukturisasi Polis Jiwasraya menyebutkan terdapat 95,9 persen nasabah bancassurance menyetujui restrukturisasi. Artinya, jiwasraya tidak bisa mengabaikan hak para pemegang polis untuk menolak kebijakan restrukturisasi.

Tidak hanya bagi pemegang polis Jiwasraya, kondisi memprihatinkan juga dialami ribuan pemegang saham di PT Hanson International serta saham lainnya yang terseret kasus ini. Mereka yang tidak tahu menahu soal kasus itu akhirnya menanggung derita akibat proses hukum yang berlangsung.

Odorikus Holang

Tagged: ,