Manager Antam Diperiksa Jaksa untuk Tersangka Makelar Kasus Satu Triliun

KEADILAN – Bukti perkara eks pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar dan pengacara Lisa Rahmat terus diperkuat. Jaksa penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa seorang manager PT Antam, Senin (02/12/2024). Apa hubungannya manager Antam dengan perkara Zarof Ricar yang dijuluki publik makelar kasus satu triliun rupiah?

Dalam siaran pers yang dirilis Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, pemeriksaan manajer Antam ini terkait perkara pemufakatan jahat tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi dalam penanganan perkara Terpidana Ronald Tannur tahun 2023-2024. Dimana sebagai tersangka dalam perkara itu adalah Zarof Ricar dan Lisa Rahmat.

Namun Harli Siregar tidak menjelaskan bagaimana kaitannya seorang manajer PT Antam dengan perkara permufakatan jahat tersebut. Ronald Tanur sendiri dibebaskan Pengadilan Negeri Surabaya terkait pembunuhan kekasihnya. Vonis bebas ini belakangan diketahui dikeluarkan PN Surabaya karena para hakim yang mengadili perkara itu sudah disuap ibu Ronald Tanur, Meirizka Widjadja.

Dalam rilis yang dikeluarkan Puspenkum Kejagung hanya menyebutkan bahwa saksi yang diperiksa berinisial SEP. Saksi diperiksa selaku Manager Quality Control PT Antam Tbk.

“Pemeriksaan SEP untuk memperkuat bukti perkara ZR (Zarof Ricar) dan LR (Lisa Rahmat),” begitu disampaikan Harli dalam rilis yang diterima keadilan.id.

Makelar Kasus Satu Trilun

Sebagaimana diketahui, penyidik Jampidsus melakukan penyelidikan senyap menyusul vonis bebas Ronal Tanur oleh PN Surabaya dalam perkara pembunuhan berencana. Dadi penyelidikan itu diperoleh bukti permulaan cukup bahwa ada intervensi suap dalam vonis perkara tersebut.

Setelah penyelidikan naik ke penyidikan, jaksa pada Jampidsus kemudian menemukan bukti bahwa tiga hakim yang membebaskan Ronald Tanur menerima suap dari Meyrizka Widjadja melalui Lisa Rahmat yang bertindak sebagai pengacara Ronald Tanur.

Berdasarkan bukti tersebut, jaksa kemudian menetapkan ketiga hakim menjadi tersangka. Ketiganya Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo. Ketiganya kemudian menjadi tersangka suap vonis bebas Ronald Tanur bersama Lisa Rahmat.

Penangkapan Lisa Rahmat yang diikuti dengan penggeledahan kemudian mengantarkan jaksa pada Zarof Ricar. Dari Zarof Ricar lah jaksa akhirnya mendapatkan tangkapan luar biasa.

Direktur Penyidikan Jampidsus pada Kamis 24 Oktober 2024 lalu akhirnya membongkar praktik makelar kasus (markus) terbesar di dunia peradilan Indonesia yang Zarof Ricar alias ZR selama 12 tahun. Barang bukti sekitar Rp1 triliun diduga sebagian penghasilannya. Diperkirakan setidaknya uang suap Rp4 triliun sudah disebarkan ZR ke penerima.

Gebrakan Jampidsus Febrie Ardiansyah membongkar skandal markus ini sebenarnya sangat patut diacungi jempol. Mengapa? Sebab, gebrakan tersebut memberikan bukti yang tidak terbantahkan, betapa dunia pengadilan kita sudah benar-benar bobrok sekali.

Bayangkan, berdasarkan informasi yang diperoleh keadilan.id, pengakuan ZR tersebut dalam ‘mengurus’ perkara sungguh luar biasa. Kadang ia dapat mengantongi uang sekitar Rp1 miliar dan kadang mendapatkan fulus sekitar Rp2,5 miliar.

Untuk ‘mengurus’ kasasi perkara Gregorius Ronald Tanur, misalnya, ZR mengaku sudah dijanjikan pengacara Lisa Rahmad alias LR ‘upah’ sebesar Rp1 miliar. Jasa ZR diperlukan, karena LR sudah berhasil ‘membeli’ putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan membebaskan Ronald Tanur dari dakwaan pembunuhan berencana.

Upaya ‘membeli’ hakim agung dengan nilai Rp5 miliar, sebagaimana kesepakatan LR dan ZR untuk menjaga kepentingan Ronald Tanur, memang konsekuensi dari vonis bebas PN Surabya. Pasalnya, jaksa menolak vonis bebas, hingga sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus mengajukan kasasi ke MA.

Pemberian suap kepada para hakim agung yang memeriksa perkara kasasi Ronald Tanur mungkin belum terlaksana sempurna. Pasalnya, tiga hakim PN Surabaya yaitu Erintua Damanik dkk dan pengacara Lisa Rahmat (LR) sudah ditangkap jaksa hari Rabu 23 Oktober 2024 lalu. Dari para tersangka tersebut, ditemukan juga sebungkus uang tunai yang bila dikurskan sekitar Rp5 miliar dengan kode tulisan untuk ‘pengurusan’ kasasi.

Dalam konstruksi hukum, meski delik suap pengurusan perkara kasasi Ronald Tanur belum sempurna, namun permufakatan jahat sudah terjadi. setidaknya begitu disampaikan Agung Harli Siregar kepada keadilan.id, Jumat malam 25 Oktober 2024 lalu. Ini berarti penerapan pasal 15 UU Anti Tipikor kepada ZR sudah memenuhi syarat.

Namun itu baru untuk ‘pengurusan’ perkara kasasi Ronald Tanur. Lalu bagaimana barang bukti uang tunai sekitar Rp1 triliun milik ZR yang disita jaksa. Dari informasi yang disampaikan Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar pada Jumat malam 25 Oktober 2024 lalu, terungkap uang tunai itu sebagian besar berasal dari ‘pengurusan perkara’ yang dilakukan ZR sejak 2012 silam. Sebagian kecil berasal dari bisnis hotel yang digelutinya setelah pensiun tiga tahun lalu.

Tanpa bermaksud melanggar azaz praduga tak bersalah, pengakuan ZR ini bisa dibalik. Semua uang tunai dan 52 kilogram emas batangan Antam yang disita jaksa hanya bagian dari ‘penghasilannya’ sebagai markus perkara selama 12 tahun yang belum sempat dicuci atau diputihkan ZR.

Mengapa? Berdasarkan informasi yang diperoleh keadilan.id, bisa jadi modal yang digunakan ZR untuk membangun hotel dan bisnis bersih lainnya berasal dari brankas yang sama sebelumnya. Pendeknya, uang ZR yang disita jaksa sebagian besar adalah uang kejahatan yang belum sempat ‘dicuci’ oleh pelaku dan sisanya diduga hasil dari pencucian uang.

Dari informasi yang diperoleh keadilan.id juga, selain mengurus perkara pidana di MA, ZR juga mengaku ‘mengurus’ perkara perdata. Untuk satu perkara perdata yang diurusnya, ia kadang mengantongi sisa uang Rp2,5 miliar setelah suap dibagi kepada majelis hakim yang memutus perkara.

Berdasarkan pengakuan tersebut, setidaknya ZR mendapatkan upah sekitar 20 persen dari total suap setiap perkara. 80 persen sisanya mengalir ke oknum-oknum hakim dan pihak terkait lainnya. Jika bukti uang tunai Rp1 triliun setidaknya total upahnya sebagai markus selama 12 tahun, logikanya minimal Rp4 triliun telah disebar ZR kepada para oknum hakim selama 12 tahun ini dalam perkiraan ratusan perkara yang diurusnya.

Dari logika diatas, saat ini muncul pertanyaan, siapa saja oknum-oknum hakim yang selama ini menikmati uang suap lebih dari empat triliun rupiah tersebut. Apakah kejahatan yang meruntuhkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan akan didiamkan saja atau akan diungkap seterang-terangnya?

Apapun pilihan yang akan dilakukan jaksa, dipastikan memiliki konsekuensinya sendiri. Tidak mengejar tanggung jawab hukum semua penerima suap, kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan tentu tak akan pulih. Bila diusut semuanya, rasa keadilan masyarakat terwujud dan kepercayaan publik pulih. Namun Jampidsus dan jajarannya harus bekerja super keras karena mungkin harus menangani ratusan perkara terkait ZR saja.

Kita tunggu pilihan jaksa.

BACA JUGA: 28 Adagium Hukum Inspiratif, Satu Lahirkan Film Box Office

BACA JUGA: Gali Perkara Zarof Ricar Lebih Dalam, Jaksa Periksa OC Kaligis