Hari Toleransi Internasional, Imparsial Minta Pemerintah Teguhkan Keberagaman

KEADILAN – Imparsial meminta pemerintah untuk meneguhkan kembali penghormatan dan pengakuan atas keberagaman masyarakat berdasarkan nilai dan prinsip hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan dasar. Hal tersebut diungkapkan dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional yang jatuh pada hari ini, Rabu (16/11/2022).

Direktur Imparsial Gufron Mabruri menjelaskan, toleransi menjadi penting mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dimana di dalamnya terdiri dari beragam agama, kepercayaan, suku, budaya, dan lain-lain.

“Di tengah keberagaman tersebut, harus ada kesadaran bersama bahwa Indonesia merupakan rumah bersama dimana setiap orang dan kelompok apapun latar belakang sosialnya memiliki kedudukan setara dan hak-hak yang sama untuk dijamin dan dilindungi oleh negara,” ucap Gufron dalam keterangannya, Rabu (16/11/2022).

Gufron memandang, hingga saat ini Indonesia masih memiliki sejumlah catatan merah terkait masih maraknya intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan.

Berdasarkan hasil pemantauan Imparsial sepanjang tahun 2022, terdapat 25 pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan yang terekam oleh media.

“Mayoritas kasus tersebut adalah kasus perusakan tempat ibadah sebanyak 7 kasus, disusul larangan mendirikan tempat ibadah dan larangan beribadah, masing-masing 5 kasus,” imbuhnya.

Pelanggaran berikutnya, kata dia, adalah perusakan atribut keagamaan sebanyak 3 kasus, serta kasus-kasus lain yang dipicu oleh intoleransi seperti serangan terhadap keluarga dari agama yang berbeda, penyegelan tempat ibadah, hingga pengucilan di masyarakat.

Adapun kasus-kasus tersebut tersebar di 15 provinsi dengan Jawa Barat di peringkat pertama sebagai provinsi yang paling banyak, kemudian disusul Jawa Timur, kemudian NTB, Lampung, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Aceh, DI Yogyakarta, dan Bali.

Lembaga swadaya masyarakat di bidang HAM itu mencatat pelaku intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama atau
berkeyakinan beragam, mulai dari individu atau kelompok di masyarakat.

“Dari kasus-kasus yang dipantau oleh Imparsial, paling banyak dilakukan oleh warga yang diprovokasi, tetapi tak jarang hal tersebut didukung pula oleh pemerintah setempat,” jelasnya.

Untuk itu, publik perlu mewaspadai potensi melemahnya nilai toleransi dan kebhinekaan selama proses politik elektoral menuju pemilu 2024.

“Perilaku intoleran yang kerap terjadi di tahun politik memberikan efek domino yang tidak hanya berdampak pada pelaksanaan pemilu yang dipenuhi kebencian dan permusuhan, melainkan juga melanggengkan permusuhan dan segregasi di masyarakat,” paparnya.

Ia menegaskan, akibat dari segregasi politik pemilu 2019 dapat kita rasakan dampaknya hingga saat ini.

“Masih adanya keterbelahan, permusuhan dan perpecahan di dalam masyarakat, seperti melabelkan istilah tertentu seperti cebong, kadrun ataupun kampret kepada pendukung pasangan politik,” pungkasnya.

Reporter : Charlie Tobing

Editor : Darman Tanjung