Tidak Ditemukan ‘Mens Rea’ dalam Program MBG

Oleh: Andra Bani Sagalane, S.H., M.H.

Fenomena Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini menjadi cikal bakal akan menguatnya hubungan hukum perdata internasional ke depan antara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia. Karena sangat dimungkinkan negara sebagai salah satu subjek hukum internasional membangun hubungan-hubungan hukum bisnis keperdataan.

Apalagi mengingat Program MBG ini memerlukan berbagai jenis kebutuhan pangan sehat yang melimpah. Misalnya, bawang putih dan jagung yang kita sebagian masih import. Tentu agar tidak merugikan berbagai pihak (negara), harus dibuatkan regulasi perdata internasional yang tepat dalam teks perjanjian.

Karena jika kita kekurangan bawang putih dan jagung, tentu juga akan berpotensi menggagalkan Program MBG itu. Jadi harus dijalin hubungan diplomatik multilateral yang bagus. Dan ini merupakan salah satu objek studi Hukum Perdata Internasional.

Sementara yang namanya Program MBG ini juga memiliki dasar hukum yang jelas dalam pemerintah menjalankannya. Seperti diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 28h Konstitusi kita bahwa penting sekali rakyat sejahtera dalam hal ketahanan pangan dan pentingnya hidup yang sehat, lalu diatur juga dalam Undang Undang tentang Kesehatan dan Undang Undang tentang Pangan, serta Perpres tentang Makanan Bergizi.

Sehingga jika Pemerintah tidak menjalankan Program MBG ini akan berpotensi justru negara melanggar peraturan. Jadi tidak ditemukan mens rea (niat buruk) dalam program ini.

Lalu bagaimana hubungan hukum perdata internasional ke depan yang harus dipersiapkan dengan serius oleh negara adalah rencana pemerintah akan mengekspor beras ke manca negara khususnya negara tetangga karena laporan dari Menko Pangan RI (Zulkifli Hasan), ada beberapa negara-negara telah meminta agar kita mengekspor beras untuk mereka karena data dari negara-negara itu telah menunjukkan bahwa produksi beras kita berlebih dan juga telah dikonfirmasi oleh Menko Pangan bahwa benar kita memiliki stok beras yang mumpuni.

Kemudian setelah mendengar hal itu Presiden Prabowo Subianto merespons baik yaitu dengan mengijinkan jika kita ingin mengekspor beras untuk negara-negara tetangga. Karena Presiden Prabowo menginginkan kita harus membantu rakyat kita dan negara-negara tetangga sesuai dengan Amanat Pembukaan UUD 45.

Bahkan beliau mengatakan, jika perlu dibuatlah perjanjian bisnis yang tidak terlalu komersil sehingga tidak memberatkan manca negara.

Karena jika kita selalu berfikir ingin untung sendiri dan berniat tidak baik dengan menyandra psikologis negara lain yang kekurangan beras itu lalu kita memanfaatkannya, tentu bisa saja dilakukan. Tetapi kita tahu bahwa itu akan memberatkan negara-negara pengimport dan pasti akan berdampak pada terguncangnya perekonomian mereka.

Karena Presiden Prabowo tidak menginginkan itu, maka beliau mengatakan bahwa jangan kita terlalu komersilkan. Kita bantu mereka dengan tulus. Dan tentu ahli-ahli hukum perdata internasional khususnya di bidang perjanjian internasional harus mempersiapkan draf perjanjian yang hebat untuk memayunginya.****

Penulis merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Dharma Indonesia