KEADILAN– Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Ahmad Nurwahid mengatakan, radikalisme dan ekstrimisme yang berujung terorisme sudah pernah terjadi di Republik Indonesia.
Sebab, keberagamaan dan perbedaan di Indonesia mudah terpancing oleh orang-orang yang kurang memahami tentang kebhinekaan dan kebangsaan.
“Orang-orang yang radikal adalah orang-orang yang pro terhadap kekerasan. Sebaliknya, orang yang moderat adalah orang yang toleran dan suka kedamaian. Bila moderat dibatasi maka timbul menjadi fasis, nazi, dan kapitalisme,” ucap Nurwahid dalam acara “Pancasila Talk Show”, di Band’s Cafe Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).
Menuntut Nurwahid, sejatinya radikalisme adalah virus ideologi yang dikapitalisasi untuk politik kepentingan baik kepentingan kekuasaan maupun bisnis.
“Radikalisme sejatinya adalah gerakan politik kekuasaan,” tuturnya.
Nurwahid menjelaskan, seseorang dikatakan radikalisme ada lima indikator. Pertama,
mereka yang tidak memiliki komitmen kebangsaan yaitu konsensus nasional Empat Pilar Kebangsaan yakni Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan Undang-Undang Dasar.
Kedua, mereka memiliki paradigma dan sikap intoleransi terhadap keragaman perbedaan.
“Artinya, mereka tidak menjunjung tinggi kesetaraan sebagai manusia yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kita saling menghormati terhadap perbedaan agama, budaya, suku, maupun ras,” terangnya.
Ketiga, mereka tidak akomodatif atau anti terhadap budaya kearifan lokal bangsa yaitu silaturahmi dan gotong royong.
“Anti di sini bukan berarti maknanya kritis karena kritis adalah amalan amar makruf nahi mungkar. Anti artinya membangun kebencian, memecah belah, menciptakan distrust kepada masyarakat terhadap negara, pemerintah, dan pemimpin yang sah,” jelasnya.
Ke empat, mereka pro kekerasan dalam perspektif sebagaimana UU No. 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Artinya, seseorang yang melakukan kekerasan baik kekerasan ancaman fisik maupun verbal. Sehingga menyebabkan kerusakan persaudaraan silaturahmi,” tuturnya.
Kelima, seseorang dikatakan radikal ketika mereka anti negara maupun pemerintahan dan pemimpinnya yang sah.
Reporter: Ainul Ghurri
Editor: Darman Tanjung