KEADILAN – Indonesia disebut sukses melaksanakan kegiatan kelompok dua puluh atau Group of Twenty (G20) di Bali pada 15-16 November 2022 karena digelar di tengah tarikan geopolitik dunia yang sangat keras. Terutama perang Rusia dan Ukraina.
“Dalam sejarahnya G-20 ini adalah G-20 paling keras dalam segala permasalahan dan dalam segala substansinya,” ujar anggota DPR RI, Mukhamad Misbakhun dalam diskusi yang bertajuk “Dampak KTT G20 dan B20 bagi Ekonomi Indonesia dan Dunia” di Press Room DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (17/11/2022).
Misbakhun menuturkan, G-20 lahir karena respon terhadap permasalahan ekonomi. Namun bukan permasalahan ekonomi semata, melainkan persoalan kesehatan akibat pandemi covid-19 dan perang.
“Dampak dari perang dan pandemi ujungnya adalah menyangkut keadilan sosial masyarakat,” jelasnya.
Lanjut Misbakhun, situasi global yang tidak bisa stabil dan memberikan ancaman kepada eksistensi perdamaian dunia berdampak secara langsung terhadap tingkat kesejahteraan manusia. Dalam hal ini, harga energi dan pangan menjadi mahal.
“Bahkan bukan cuma sekedar mahal tetapi akses untuk mendapatkannya juga menjadi sangat terbatas. Pangan menjadi alat perang, energi menjadi alat perang. Menjadi senjata perang untuk melakukan bargaining,” tegasnya.
Persoalan yang keras ini pun kata Misbakhun menjadi landai saat melayani kepala negara beserta delegasinya dengan keramahtamahan yang mendalam. Indonesia kata Misbakhun telah memberikan standar baru.
“Itu menunjukkan bahwa hospitality Indonesia sebagai tuan rumah akan menjadi standar baru penyelenggaraan G-20 yang ke depan,” bebernya.
“Di tengah tarikan yang begitu kuatnya, Amerika yang masih merasa sebagai kekuatan poros dunia, tidak menerima begitu saja kekalahan itu dengan kehadiran Cina yang sudah juga mulai mendominasi dunia Indonesia tampil di depan,” tukasnya.
Reporter: Odorikus Holang
Editor: Penerus Bonar
BACA JUGA: Indonesia Telah Jalankan Amanat UUD 1945 Pada Kegiatan G20