KEADILAN – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyebut tidak elok membahas sanksi terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari di luar materi persidangan yang dijatuhkan pada Selasa (5/2/2024). Hal tersebut diutarakan Ketua DKPP, Heddy Lugoti saat ditanyakan terkait makna sanksi ‘Peringatan Keras Terakhir’ DKPP terhadap Ketua KPU RI. Apalagi sanksi tersebut merupakan kali ketiga diterima pria asal Pati, Jawa Timur, itu.
“Mohon maaf, DKPP tidak elok bicara tetang putusan di luar persidangan. Silakan ambil yang dibacakan di persidangan,” ujar Ketua DKPP, Heddy Lugoti saat dihubungi Keadilan.id, Selasa (6/2/2024).
Kasus terbaru yang menyeret Ketua KPU RI adalah pelanggaran kode etik pedoman penyelenggara Pemilu dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka yang didaftarkan sebagai calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
Hal tersebut tertuang dalam sidang putusan terhadap perkara 135-PKE/DPP/XII/2023, 136-PKE/DKPP/XII/2023, 137-PKE/DKPP/XII/2023, dan 141-PKE/DKPP/XII/2023. Atas hal tersebut, DKPP memberikan sanksi peringatan keras terakhir kepada yang bersangkutan.
“(Para teradu) terbukti melakukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” ujar Heddy yang disiarkan dalan YouTube DKKP, Senin (5/2/2024).
Hasyim dan anggota KPU lainnya Betty Epsilon Idroos, Mochammad Affifudin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz, diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Para pengadu menganggap itu tidak sesuai Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sebab, para teradu belum merevisi atau mengubah peraturan terkait pasca adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023. Tindakan Hasyim dan sejumlah anggotanya membiarkan Gibran mengikuti tahapan pencalonan.
DKPP RI juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU RI dalam laporan aduan Bawaslu RI. Hasyim merupakan Teradu I atas dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 110-PKE-DKPP/IX/2023
Sanksi kepada Hasyim dibacakan dalam sidang pembacaan putusan sebanyak empat perkara. Pembacaan dilakukan di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Hasyim mendapatkan sanksi lebih berat, atas pertimbangan jabatan yang diemban selaku Ketua KPU RI. Ia dinilai tidak mampu menunjukkan sikap kepemimpinan profesional dalam pembuatan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 8 ayat 2.
PKPU itu mengatur keterwakilan 30 persen bakal calon perempuan pasca putusan Mahkamah Agung (MA). MA mengabulkan permohonan uji materiel terhadap aturan tersebut.
Kemudian Hasyim juga mendapat sanksi Peringatan Keras Terakhir dalam perkara 35-PKE-DKPP/II/2023 dan 39-PKE-DKPP/II/2023. Sanksi tersebut dibacakan dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Rabu (3/4/2023).
“Menjatuhkan sanksi Peringatan Keras Terakhir kepada Teradu Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU RI terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Heddy.
Hasyim Asy’ari terbukti melakukan perjalanan pribadi ke dari Jakarta menuju Yogyakarta bersama Hasnaeni (Pengadu II) pada 18 Agustus 2022. Menggunakan maskapai Citilink, tiket perjalanan ditanggung oleh Hasnaeni.
Hasyim dan Hasnaeni melakukan ziarah ke sejumlah tempat di Yogyakarta. Padahal pada tanggal 18-20 Agustus 2022, Hasyim memiliki agenda resmi selaku Ketua KPU RI yakni menghadiri penandatangan MoU dengan tujuh perguruan tinggi di Yogyakarta.
Pertemuan tersebut bepotensi menimbulkan konflik kepentingan. Pertemuan tersebut dinilai tidak patut dan tidak pantas dilakukan oleh Hasyim Asy’ari selaku Ketua KPU RI dengan kapasitas dan jabatan yang melekat sebagai simbol kelembagaan.
Selain itu, Hasyim terbukti memiliki kedekatan pribadi dengan Hasnaeni. Kedua berkomunikasi secara intensif melalui WhatsApp berbagi kabar di luar kepentingan kepemiluan.
DKPP menilai tindakan Hasyim selaku penyelenggara Pemilu terbukti melanggar prinsip profesional dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu. Hal itu mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara Pemilu.
Arti Peringatan Keras
Dikutip laman DKPP, peringatan keras merupakan salah satu sistem sanksi etika yang bisa dilakukan oleh DKPP pada terlapor yang terbukti melakukan pelanggaran dalam kebijakan pemilu.
Terdapat dua mekanisme yang bisa dipilih oleh DKPP dalam pemberian sanksi etik, yakni sanksi yang bersifat membina atau mendidik dan sanksi yang bersifat berat. Peringatan keras termasuk pada sanksi yang bersifat membina atau mendidik.
Meski begitu, peringatan keras merupakan bentuk paling berat dari sanksi yang bersifat membina atau mendidik. Karena sanksinya tertulis, terdokumentasi, dan tersebar secara terbuka untuk khalayak yang luas. Sanksi yang paling ringan dari sanksi yang bersifat membina atau mendidik adalah hanya berupa peringatan atau teguran.
Selain itu, terdapat pula kategori sanksi yang bersifat berat. Sanksi dalam kategori ini berbentuk pemberhentian pelanggar baik sementara maupun tetap. Sanksi tipe ini ditujukan untuk pembersihan nama baik institusi serta menjaga kepercayaan masyarakat.
Reporter: Odorikus Holang
Editor: Penerus Bonar
BACA JUGA: Dinasti Politik Menjadi Fenomena yang Menggemaskan