KEADILAN- Meskipun Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah memvonis enam terdakwa perkara gagal bayar perseroan pelat merah Jiwasraya, namun kasus ini masih saja menjadi sorotan.
Khususnya terhadap dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam proses persidangan yang dinilai terkesan memaksakan pengenaan pasal pidana.
Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Prof. Faisal Santiago, sebenarnya pangkal kasusnya lebih menjurus ke persoalan bussines to bussines.
“Seharusnya itu kan persoalan bisnis saja. Penyidik harus obyektif mempelajari kasusnya. Kalau ternyata dari pengelolaan investasi saham (di Jiwasraya) sudah dipenuhi pengembaliannya, itu artinya negara tidak dirugikan lagi,” ujar Faisal, pada Kamis (4/3/2021).
Terkait vonis Majelis Hakim terhadap Direktur PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro, Faisal mengutarakan bahwa hal yang sama sebenarnya dapat diberlakukan dalam penyidikannya.
“(Benny) kan telah memenuhi kewajiban administrasinya. Saham yang digadaikan telah ditebusnya sesuai perjanjian pembayaran. Itu pun melalui pihak pengatur (Manager Investasi) kan. Yang memang ada ratusan saham lain di bawah kendali si pengatur,” ucap Faisal.
Oleh sebab itu, Ia berpendapat, secara hukum bisnis, Benny dapat dikategorikan tidak memenuhi skema penyebab terjadinya risiko karena tak ada melakukan tindakan merugikan keuangan.
“Seharusnya juga penyidikan dan penuntutannya (Benny) dapat dihentikan sejak awal. Jaksa tidak dapat lagi meneruskan sebab tidak ada unsur merugikan secara bisnis. Justru yang perlu diselidiki adalah para Direksi Jiwasraya kenapa sampai menimbulkan kerugian keuangan negara,” kata Faisal.
Perlu diketahui, terdakwa Benny Tjokro telah mengajukan banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang memvonis dirinya penjara seumur hidup.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Benny dan pihak lainnya terbukti menyebabkan kerugian keuangan negara di Jiwasraya sebesar Rp 12 triliun lebih.
Junius Manurung