Penyitaan Aset dalam Kasus Jiwasraya, Guru Besar Hukum Pidana Unair: Majelis Hakim Sepatutnya Cermat Mendalaminya

KEADILAN – Dalam menetapkan sita aset, majelis hakim harus menelaah terlebih dahulu apakah aset yang disita terkait dengan kejahatan dimaksud atau tidak. Hal itu diungkapkan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Airlangga Unair Prof DR Basuki Rekso Wibowo terkait sita aset dalam kasus Jiwasraya. Apalagi kemudian banyak aset pihak ketiga yang disita dan akhirnya ramai-ramai menggugat.

Kasus Jiwasraya yang banyak menyedot perhatian masyarakat disebut-sebut merugikan keuangan negara Rp16 triliun lebih. Dan, dalam kasus itu majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pun telah memvonis enam terdakwa perkara korporasi pelat merah tersebut.

Dua di antaranya, yakni Direktur Utama PT Hanson International Benny Tjokrosaputro dan Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, dengan hukuman seumur hidup. Sisanya berasal dari mantan jajaran Direksi Jiwasraya.

Untuk menututupi kerugian negara itu, aset kedua terdakwa pun disita oleh pihak Kejaksaan Agung. Selain itu pula, vonis majelis hakim dalam persidangan menetapkan bahwa para terdakwa harus membayar uang ganti rugi.

Terkait sita aset untuk menututupi klaim kerugian negara itu, Guru Besar Ilmu Hukum dari Universitas Airlangga Prof DR Basuki Rekso Wibowo menyampaikan, majelis hakim dalam persidangan terdakwa skandal Jiwasraya seharusnya perlu menelaah dulu soal seluruh sita aset.

Baca Juga: Tidak Buktikan dan Pisahkan Aset dalam Perkara Jiwasraya, Pakar Pidana Unpad: Bentuk Penyalahgunaan Wewenang

Basuki mengatakan, sebelum dilakukan penyitaan aset terdakwa, kiranya amat penting memastikan apakah seluruhnya memang diperoleh dari hasil kejahatan ‘aquo’ atau bukan.

“(Majelis) hakim harus secara cermat mempertimbangkan hal tersebut. Jaksa Penuntut Umum dan kuasa hukum akan berusaha meyakinkan majelis hakim tentang hal tersebut,” ujar Basuki yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional (Unas), Selasa (30/3/2021).

Lainnya, Basuki mengemukakan, pertimbangan putusan majelis hakim itu menjadi kunci utama terkait skandal kerugian keuangan negara dari Jiwasraya.

“Akan terjadi adu argumen antara Jaksa yang melihat dari kacamata hukun pidana (mens rhea actus reus), sedangkan kuasa hukum yang melihat dari kacamata bisnis. Bahwa kerugian yang timbul sebagai bagian risiko bisnis,” ucap Basuki.

Basuki beranggapan, lazimnya dari kasus-kasus yang terjadi akibat investasi BUMN, perdebatan muncul kerap di seputar argumentasi masalah tersebut.

Penerus Bonar