Keadilan
Keadilan

KEADILAN – Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia geram dengan jajaran komisioner hingga sekretaris jenderal Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak menghadiri rapat konsultasi Peraturan KPU (PKPU) pada Senin (20/11/2023).

Rapat tersebut kata Doli terkait tindak lanjut permohonan konsultasi dari KPU terkait putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 28P/HUM/2023 soal masa jeda mantan narapidana korupsi untuk maju di Pilkada.

“Sifatnya penting, perihal konsultasi penyesuaian peraturan KPU berdasarkan keputusan Mahkamah Agung nomor 28. Biasanya pada saat kita membahas atau adanya permohonan konsultasi rancangan peraturan baik KPU maupun Bawaslu semuanya lengkap hadir,” ujar Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Doli keberatan dengan permohonan penundaan rapat dari KPU yang baru diinformasikan pada Minggu (19/11/2023). Alasan KPU kata Doli semua pejabat KPU tengah berada di luar negeri.

“Saya enggak tahu ini gimana tata cara pengelolaan kantor, bisa tidak ada satupun satu komisioner termasuk Sekjennya, itu enggak ada di dalam negeri. Kami saja di sini yang sekarang sibuk dengan urusan dapil terpaksa harus ada yang datang,” tegasnya.

Padahal kata Doli, KPU meminta Komisi II DPR RI untuk menggelar rapat konsultasi tersebut sifatnya penting dengan mengirim surat tertanggal 6 November 2023, Nomor 1277/HK.02-SD/08/2023.

“Kami Komisi II selalu komitmen kalau ada surat yang berkaitan soal penyelenggaraan pemilu. Kami enggak pernah menunda dan pasti kami cari prioritas pertama,” jelasnya.

Doli pun meminta Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) untuk mempertimbangkan hal tersebut apakah termasuk pelanggaran etik.

“Ini menjadi catatan kita terutama di DKPP apakah ini termasuk pelanggaran etik. Etik manajemen pekerjaan, masa kantor ditinggalin semuanya pada pergi. Sekjennya pergi semua,” tukasnya.

Diketahui, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil atau judicial review terhadap Pasal 11 ayat 6 PKPU Nomor 10 tahun 2023 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU No 11 Tahun 2023 yang diajukan Indonesian Corruption Watch (ICW) dkk.

MA berpendapat alasan Pemohon menggugat pasal-pasal kontroversial terkait masa jeda mantan narapidana korupsi untuk maju di Pilkada itu dapat dibenarkan.

“Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon: 1. Indonesia Corruption Watch (ICW), 2. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), 3. Saut Situmorang dan 4. Abraham Samad untuk seluruhnya,” demikian bunyi amar putusan MA dalam perkara Nomor 28 P/HUM/2023, berdasarkan keterangan tertulis, Jumat (29/9).

MA juga menyatakan Pasal 11 ayat (6) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022. Berikut bunyi Pasal 11 ayat 5 dan 6 tersebut:

Pasal 11

5. Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, dan terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pengajuan Bakal Calon.

6. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik.

Selain itu, MA menyatakan Pasal 18 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023. Berikut bunyi Pasal 18:

Pasal 18

(1) Persyaratan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf g, terhitung sejak tanggal selesai menjalani masa pidananya sehingga tidak mempunyai hubungan secara teknis dan administratif dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, terhitung sampai dengan Hari terakhir masa pendaftaran bakal calon.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik

Reporter: Odorikus Holang
Editor: Penerus Bonar

Tagged: , , ,