KEADILAN – Pasal 18nayatb1 huruf b UU Tipikor digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, ketentuan yang mengatur uang pengganti kerugian negara tersebut dinilai tidak adil, menguntungkan koruptor dan merugikan negara. Sehingga kedepannya koruptor wajib mengganti semua kerugian negara yang ditimbulkan akibat aktivitas korupsinya.
Permohonan judicial review tersebut diajukan PT Timah Tbk bersama Asosiasi Perusahaan Serat dan Benang Flamen Indonesia ( APSyFi). Permohomam itu diregister MK pada Kamis 13 Maret 2025 dengan nomor 29/PUU/PAN.MK/ARPK/03/2025.
Mereka meminta norma pasal yang menyebutkan pidana tambahan uang pengganti dalam jumlah sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi diubah. Dalam petitumnya, PT Timah meminta agar norma baru bisa dimaknai agar para koruptor yang dijatuhi pidana bisa dikenakan pidana tambahan pembayaran uang pengganti yang sama dengan kerugian negara yang ditimbulkan akibat aktivitas korupsi mereka.
“Sepanjang tidak dimaknai pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan kerugian negara berupa kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi,” tulis permohonan nomor 29/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 tersebut.
Dalam dokumen permohonan, PT Timah menyinggung kasus Harvey Moeis dkk yang telah merugikan negara Rp 271 triliun. PT Timah mempersoalkan Harvey Moeis dan 9 terdakwa kasus tambang timah ilegal yang hanya dibebankan Rp25,4 triliun untuk membayar ganti rugi. Oleh sebab itu, PT Timah menilai Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor tersebut sangat jomplang dengan kerugian negara yang telah ditafsirkan oleh jaksa.
PT Timah berpandangan, negara harus menegakkan hukum secara adil dan merata kepada seluruh warga negara. “Bahwa akibat penerapan Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor tersebut menjadi tidak adanya keadilan dan kepastian hukum karena para terdakwa tidak dihukum untuk mengganti kerugian keuangan negara atau perekonomian negara atas kerusakan lingkungan akibat tambang timah ilegal di wilayah IUP pemohon, yaitu sebesar Rp 271.069.688.018.700,” tulis dokumen permohonan PT Timah.
Sebagaimana diketahui, perkara itu sejauh ini sudah menjerat Harvey Moeis dan 9 orang terdakwa yang putusannya sudah berada di tingkat banding. Dalam putusan itu disebutkan kerugian keuangan negara mencapai Rp300 triliun yang terdiri dari kerugian negara atas kerusakan lingkungan Rp271 triliun dan sisanya kerugian negara terkait sejumlah hal seperti kerja sama penyewaan alat proses pelogaman timah yang tidak sesuai ketentuan dan sebagainya.
Putusan di tingkat banding itu pada intinya membebankan pembayaran uang pengganti pada Harvey Moeis dkk sebanyak Rp25,4 triliun. Atas dasar itu, PT Timah melayangkan gugatan ke MK.
Berikut isi petitumnya:
1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874), sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150 bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan kerugian negara berupa kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi” bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Memerintahkan amar putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
BACA JUGA: Korupsi Rp1000 Triliun Pertamina dan Serangan Balik kepada Jampidsus Febrie Adriansyah