KEADILAN – Laporan polisi terhadap ahli lingkungan IPB Bogor, Profesor Bambang Hero, dinilai upaya kriminalisasi. Bahkan, bukan tidak mungkin sebagai serangan balik dari korporasi korup yang ketakutan atas putusan perkara korupsi timah yang menyatakan kerugian ekosistem sebesar Rp271 triliun sebagai kerugian negara.
Pakar hukum Abdul Fickar Hadjar kepada keadilan.id menyebut laporan polisi yang dibuat sekelompok orang dengan mengatasnamakan ormas tersebut tak ada dasarnya. Sebab, pendapat itu bersifat voluntaire atau sukarela, digunakan boleh tidak pun tidak apa-apa. “Ini (pelaporan ke polisi) tindakan norak,” ujarnya kepada keadilan.id, Kamis (16/01/2025).
Menurut Abdul Fickar, mestinya bila mereka tidak setuju dengan pendapat ahli lingkungan IPB Bambang Hero, mereka bisa mendatangkan ahli lain yang berbeda untuk melawankannya. “Bukan dengan lapor polisi dsb, ini norak,” tegasnya.
Dijelaskan Abdul Fickar, saksi ahli bisa bersaksi dimanapun dengan pendapatnya. Hakim bebas untuk menerima atau tidak menerima keterangan ahli itu dalam sebuah perkara. Dengan kata lain keterangan ahli itu bukan faktor utama yang menjadi dasar pengukuman. “Yang utama adalah keyakinan hakimnya,” tambahnya lagi.
Abdul Fickar juga mengatakan bahwa jika laporan polisi ini diteruskan Polda Bangka Belitung akan merusak kepastian hukum. “(Jika diteruskan) ini ngaco,” jelasnya.
Saat ditanya apakah pelaporan Bambang Hero bisa disebut upaya kriminalisasi, Abdul Fickar Hadjar membenarkannya. Bahkan ia menambahkan bisa jadi pelaporan itu dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan segala cara.
Sebagaimana diketahui Prof. Bambang Hero adalah ahli ekonomi lingkungan IPB Bogor. Ia diminta secara resmi oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) sebagai saksi ahli dalam perkara korupsi timah. Berdasarkan perhitungannya sebagai ahli, untuk memulihkan kerusakan ekosistem akibat eksploitasi timah di Bangka Belitung membutuhkan biaya Rp271 triliun.
Pendapatnya kemudian diterima Pengadilan Tipikor Jakarta yang menyatakan kerugian ekosistem sebesar Rp271 triliun termasuk kerugian negara. Putusan monumental ini akan memaksa korporasi yang melakukan eksploitasi mengganti kerugian tersebut. Apalagi Kejaksaan Agung kemudian menindak lanjuti dengan mengejar tanggung jawab hukum lima korporasi yang merusak ekosistem tersebut.
Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Kamis 2 Januari 2025, melalui Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menetapkan lima tersangka korporasi, terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk Tahun 2015-2022. Kelima korporasi tersebut pelaku kerusakan ekosistem yang merugikan negara Rp271 triliun beruoa kerusakan lingkungan.
Lima tersangka korporasi tersebut adalah PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN), PT Sariwiguna Binasentosa (SBS), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP). Kelima korporasi itu dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
PT Refined Bangka Tin ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-64/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024. Penetapan status tersangka tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-67/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024.
PT Stanindo Inti Perkasa ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-65/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024. Penetapan status tersangka itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-68/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024.
PT Tinindo Inter Nusa ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-66/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024. Penetapan status tersangka itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-69/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024.
PT Sariwiguna Binasentosa ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-67/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024. Penetapan status tersangka itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-70/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024.
CV Venus Inti Perkasa ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-68/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024. Penetapan status tersangka itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-71/F.1/Fd.2/12/2024 tanggal 31 Desember 2024.
“Jumlah keseluruhan tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah, Tbk Tahun 2015 sampai Tahun 2022 hingga saat ini berjumlah 22 (dua puluh) orang, 5 (lima) tersangka korporasi dan 1 (satu) orang tersangka dalam perkara Obstruction of Justice,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar di Jakarta, Kamis (02/01/2025).
Kasus Posisi
Harli Siregar secara gamblang kasus posisi perkara korupsi korporasi tersebut. Berikut rincian kasus posisinya:
Bahwa SW (SURANTO WIBOWO) selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2015 telah menerbitkan Persetujuan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) kepada 5 (lima) perusahaan pemurnian dan pengolahan timah (Smelter) yaitu PT RBT, PT SBS, PT SIP, PT TIN, dan CV. VIP yang berlokasi di Bangka Belitung secara tidak sah. Sebab RKAB yang diterbitkan tersebut tidak memenuhi persyaratan.
Penerbitan RKAB tersebut tetap dilanjutkan oleh RBN (Rusbani) sewaktu menjabat Plt. Kepala Dinas ESDM Prov. Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2019 dan AS (AMIR SYAHBANA) selaku Plt. Kepala Dinas ESDM Prov. Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2019 sampai sekarang. Ketiganya telah divonis terbukti korupsi oleh Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa waktu lalu.
Bahkan SW, BN, dan AS mengetahui bahwa RKAB tersebut tidak dipergunakan untuk menambang di lokasi IUP yang dimiliki perusahaan smelter itu sendiri, melainkan hanya untuk melegalkan penjualan timah yang diperoleh secara ilegal dari IUP PT Timah.
Selanjutnya kegiatan ilegal tersebut disetujui dan dibalut oleh MRPT (MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI) selaku Direktur Utama PT Timah, Tbk dan EE (EMIL ERMINDRA) dengan perjanjian seolah-olah ada kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan PT Timah.
Bahwa perbuatan jajaran oknum Direksi PT Timah pada kurun waktu 2018-2019 yang melakukan persekongkolan dengan para smelter (PT RBT, PT SBS, PT SIP, PT TIN, dan CV VIP) untuk mengakomodir penambangan timah illegal di wilayah IUP PT Timah yang dibungkus seolah-olah kesepakatan kerja sama sewa menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah telah mengakibatkan kerugian keuangan negara c.q. PT Timah. Total kerugian negara Rp300 triliun.
Angka kerugian negara Rp300 triliun itu diperoleh berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP. Angka kerugian total itu berasal dari tiga klaster.
Klaster pertama, kerugian Negara atas aktivitas Kerja Sama Sewa Menyewa Alat Peralatan Processing Penglogaman dengan Smelter Swasta sekitar Rp2.285 triliun. Klaster kedua, kerugian Negara atas pembayaran bijih timah kepada mitra tambang PT Timah sebesar Rp26,649 triliun. Dan klaster ketiga, kerugian lingkungan sebesar Rp271,7 triliun.
Pada kesempatan itu, Harli menjelaskan soal kerugian lingkungan yang merupakan hal baru yang bisa dibuktikan Kejagung di pengadilan dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. Dijelaskannya, kerugian lingkungan yang dimaksud merupakan akibat pengambilan biji timah yang dilakukan para smelter/swasta di wilayah IUP PT Timah secara ilegal sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan, yang mana tanggung jawab pemulihannya menjadi kewajiban PT Timah selaku pemegang IUP.
Ribuan Barang Bukti
Kejaksaan Agung juga juga menyampaikan bahwa barang bukti dan alat bukti yang telah dikumpulkan oleh penyidik sudah sangat banyak. Jumlahnya mencapai ribuan. Berikut rinciannnya:
Keterangan saksi dikumpulkan penyidik dari
173 saksi dari unsur karyawan dan pengurus PT. Timah, Tbk, pihak Swasta Mitra Timah, Penanggung Jawab Operasional Smelter, Dinas Esdm Provinsi Bangka Belitung, Kementerian ESDM, PTSP Provinsi Bangka Belitung, Dinas Kehutanan Provinsi Bangka Belitung, Pemprov Kep. Bangka Belitung, Pihak Perbankan.
Keterangan ahli dikumpulkan penyidik dari
13 ahli. Para ahli itu terdiri dari Ahli Keuangan Negara, Ahli Ilmu Ekonomi Lingkungan, Ahli Penghitungan Keuangan Negara, Ahli Hukum Bisnis dan Pasar Modal, Ahli Hukum Pidana, Ahli Hukum Administrasi Negara, Ahli Hukum Pertambangan, Ahli Lingkungan, 5 Ahli Hukum Lingkungan Hidup, Ahli Hukum Investasi dan Pertambangan, Ahli Digital Forensik.
Surat Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara BPKP.
Surat Laporan Hasil Audit Lingkungan Hidup Surat Laporan Hasil Analisis Digital Forensik. Barang Bukti berupa 2.529 dokumen dan 212 serta barang bukti elektronik sebanyak
lima smelter.
Barang bukti lain adalah dua unit Ruko, tanah seluas 1.400,2 Ha, uang sejumlah Rp177,1 miliar, 3,59 juta dolar AS, 2,91 juta dolar Singapura, 53,3 juta Yen Jepang, 3.569 Euro, 3,58 juta Korea Won,
65.000 Dollar Hongkong, 5.365 Poundsterling dan 2.440 dolar Australia, 56 Ringgit Malaysia, 50 Ringgit Brunei, 420 Yuan China, 1.630 Swiss Francs. Selain mata uang asing juga ada barang bukti emas batangan seberat 1,7 Kg dan perhiasan emas 24 karat seberat 1,8 Kg.
Diluar itu, penyidik juga memaparkan barang bukti terkait pertambangan. Rinciannya dua unit mesin pemurnian timah, 52 unit excavator dan tiga unit bulldozer. Dan juga barang bukti 126 tas mewah dan 16 barang berharga lain berupa peralatan rumah tangga.