Keadilan
Keadilan

KEADILAN – Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Agung segera mempidanakan bekas Direktur Ekonomi dan Keuangan pada Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Raimel Jesaja dalam perkara korupsi tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Menurut Kordinator MAKI Boyamin Saiman, Raimel Jesaja sudah terbukti melakukan pelanggaran berat berupa menerima suap sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Kejaksaan Agung. “Ini tindak pidana. Tidak cukup dengan hukuman disiplin saja,” ujarnya kepada Keadilan.id, Selasa (14/11/2023).

Menurut Boyamin, proses pidana yang dilakukan kepada Raimel akan memberikan efek jera kepada oknum-oknum nakal untuk menyalahgunakan kewenangannya. “Proses pemidanaan ini penting untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada Kejaksaan bahwa institusi ini tidak pandang bulu,” ujarnya.

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 25 Juli 2023 lalu telah mengkonfirmasi pemecatan Raimel karena melakukan pelanggaran berat berupa menerima suap. Informasi resmi itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana.

Selain Raimel, dalam kasus sama, Kejagung juga mencopot jabatan dua jaksa lainnya. “Kami sudah pernah merilis terkait dengan pelanggaran disiplin berat dari oknum jaksa tersebut. Ada tiga orang jaksa. Dan satu jaksa (Raimel) bukan hanya dicopot dari jabatan strukturnya, tetapi status jaksanya juga dicopot,” kata Ketut, Selasa (25/7/2023) lalu.

Sementara dua jaksa lainnya, kata Ketut, mendapatkan sanksi disiplin berat berupa penundaan kenaikan pangkat. Namun, Ketut menolak menyebutkan dua identitas jaksa lainnya kecuali menyebut keduanya Asisten Tindak Pidana Khusus, dan Koordinator Tindak Pidana Khusus di Kejati Sultra.

Pasti Tersangka

Sementara itu, sumber Keadilan.id mengatakan bahwa Raimel menjadi tersangka sudah bisa disebut sebagai sebuah kepastian. Ibarat makanan sudah masuk mulut dan tak bisa dilepehkan lagi. Kapan waktunya, sumber itu hanya mengatakan dalam waktu dekat.
Kasus korupsi tambang di Konawe Utara adalah penambangan ilegal yang dilakukan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam. Yaitu Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kasus ini bermula dari adanya Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining serta Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara atau Perusahaan Daerah Konawe Utara. Mereka menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

Berkat dokumen itu, nikel yang dijual seolah-olah bukan berasal dari PT Antam dan dijual ke beberapa smelter di Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sulteng), hingga Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng).

Windu Aji Sutanto (WAS) selaku pemilik PT Lawu Agung Mining diduga mendapat keuntungan besar dari tindak pidana korupsi pertambangan nikel tersebut. Sementara negara dirugikan sekitar Rp5,7 trilium. Relawan pasangan Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019 silam itu juga sudah dijadikan jaksa sebagai tersangka.

Reporter: Syamsul Mahmuddin