Anwar Usman Dianggap Sudah Tak Beretika Jadi Hakim MK
KEADILAN – Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan sebagian gugatan mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, dianggap tidak ada pertanda pihak-pihak tertentu yang mempermainkan proses demokrasi demi kepentingan kelompok.
“Saya kira tidak serta merta akan terjadi intervensi, tidak ada kepentingan politik dalam konteks apapun,” kata pakar hukum tata negara IAIN Syekh Nurjati Cirebon Prof Sugianto kepada keadilan.id Kamis (15/8/2024).
Menurutnya, jika putusan PTUN Jakarta dianggap bermasalah, maka secara hukum MK masih ada ruang untuk melakukan upaya hukum banding.
“Hakim PTUN sudah mengedepankan proporsionalitas dan sudah melaksanakan sesuai aturan. Saya kira semua harus hormati putusan tersebut ya dan MK masih bisa banding,” tuturnya.
Namun, Sugianto menilai, gugatan yang dilayangkan Anwar Usman menunjukkan bahwa dia tidak beretika sebagai Hakim Konstitusi. Mestinya sebagai hakim MK Anwar Usman legowo atas pencopotan dirinya sebagai Ketua MK.
“Sebenarnya sebagai warga negara Anwar Usman tentunya memiliki hak (menggugat) ya, tetapi dia sudah tidak beretika sebagai hakim MK. Tidak beretika menggugat masa jabatan Ketua MK,” ujar Sugianto.
Selain itu, lanjut Sugianto, gugatan Anwar Usman juga menunjukkan sikap ambisius jabatan yang selalu di nina bobokan oleh Anwar Usman. Padahal, kata dia, jabatan hakim konstitusi merupakan seorang negarawan dan berintegritas dalam menjalankan ketentuan perundang-undangan.
Terlebih, pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK berdasarkan amanat dari Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Hal itu juga terkait sanksi pelanggaran etik yang dilakukan Anwar Usman, yang kemudian ditindaklanjuti melalui Putusan MK.
“Hakim MK itu sudah negarawan. Layak atau tidak layak gugatan itu saya anggap jabatan Ketua MK suatu ambisius yang selalu di nina bobokan,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, PTUN Jakarta mengabulkan sebagian gugatan Anwar Usman yang meminta pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK periode 2023-2028 dibatalkan.
Hal itu tertuang dalam putusan Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT. Dalam amar putusan dijelaskan bahwa PTUN hanya mengabulkan sebagian gugatan yang dilayangkan oleh Anwar Usman.
Dalam putusannya, PTUN Jakarta juga memerintahkan MK sebagai pihak termohon untuk segera mencabut keputusan pengangkatan Suhartoyo.
Selain itu, PTUN Jakarta juga mengabulkan permohonan Anwar Usman yang meminta harkat dan martabatnya sebagai salah satu Hakim Konstitusi dipulihkan.
Meski demikian, PTUN Jakarta menolak permohonan Anwar Usman yang meminta untuk dijadikan Ketua MK periode 2023-2028 seperti sebelumnya.
Menanggapi putusan tersebut, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, pihaknya menyatakan akan mengajukan upaya hukum banding atas putusan tersebut.
“Sejauh ini, MK mengambil sikap untuk banding,” kata Fajar Laksono kepada keadilan.id Rabu (14/8/2024).
Kesepakatan banding itu diambil dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). Adapun RPH digelar tanpa dihadiri Anwar Usman. Sementara Ridwan Mansyur tidak bisa hadir lantaran sedang berada di luar negeri.
Hakim konstitusi yang mengikuti RPH itu, yakni Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, M. Guntur Hamzah, Daniel Yusmic P. Foekh, dan Arsul Sani.
“RPH (dilakukan) tadi pagi (Rabu). RPH dimaksud menyepakati mengambil sikap untuk menyatakan banding atas putusan PTUN, sembari MK menanti salinan utuh putusan PTUN,” tutur Fajar.
Reporter: Ainul Ghurri
Editor: Penerus Bonar
BACA JUGA: Antara Hilirisasi Pertambangan dan Perlindungan Lingkungan: Menuju Keseimbangan yang Berkelanjutan
Komentar Terbaru