KEADILAN – Jaksa harus memiliki pemahaman mendalam seputar mekanisme teknologi blockchain, seluk-beluk transaksi aset kripto, dan pola-pola kejahatan kripto yang kian berkembang. Hal ini konsekuensi vitalnya peran Kejaksaan dalam menjaga stabilitas dan keamanan sistem keuangan digital di Indonesia. Demikian disampaikan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Asep N Mulyana saat membuka “Capacity Building dan Sertifikasi Penanganan Perkara Aset Kripto” di Badiklat Kejaksaan RI, Ragunan, Jakarta Selatan, Senin (03/02/2025).
Menurut Asep, diklat ini tak hanya memperlengkapi para peserta dengan pengetahuan dan praktik, tetapi juga akan memberikan sertifikasi keahlian bagi setiap individu yang mampu lulus pada tes di setiap materi diklat. Sertifikasi kompetensi ini diakui secara internasional dan akan membuka pintu kerjasama penegakan hukum lintas negara di sektor blockchain dan kripto.
Dijelaskan Asep pentingnya pelatihan ini karena dalam beberapa tahun terakhir, dunia menyaksikan kemunculan berbagai inovasi teknologi keuangan berbasis blockchain dan aset kripto. Perkembangan ini telah menciptakan peluang ekonomi baru yang cukup besar, namun pada saat yang sama juga menghadirkan tantangan serius dalam penegakan hukum.
Berdasarkan laporan internasional, Indonesia saat ini menempati peringkat ketiga dalam Indeks Adopsi Kripto Global 2024, dengan total nilai transaksi mencapai 157,1 miliar dolar AS. Angka ini memunculkan dua sisi mata uang. Satu sisi, menandakan bahwa masyarakat kita kian terbuka terhadap inovasi digital, sementara di sisi lain, kita juga dihadapkan pada risiko penyalahgunaan teknologi ini untuk berbagai tindak kejahatan.
“Kita tidak dapat menutup mata terhadap maraknya kejahatan yang memanfaatkan teknologi blockchain. Menurut data Chainalysis tahun 2024, terjadi lonjakan sebesar 45% pada serangan ransomware yang menyasar berbagai sektor strategis, termasuk keuangan, kesehatan, dan pelayanan publik. Selain itu, tercatat lebih dari 22,2 miliar dolar AS dana ilegal mengalir melalui ekosistem kripto, menunjukkan bahwa aset kripto sudah menjadi cara bagi para pelaku kejahatan transnasional untuk melakukan pencucian uang, pendanaan terorisme, penipuan investasi, modus kejahatan lain termasuk judi online,” jelas Asep.
Asep juga memaparkan data faktual yangbharus disikapi. Beberapa kasus penipuan investasi berbasis kripto telah menyebabkan kerugian hingga Rp1,3 triliun hanya dalam kurun waktu setahun. Para pelaku semakin mahir memanfaatkan perangkat digital seperti mixer dan tumbler untuk mengaburkan jejak transaksi, serta menggunakan cross-chain bridging guna memindahkan aset antar blockchain tanpa terdeteksi. Situasi kian rumit karena semakin banyak orang menggunakan dompet anonim dan platform peer-to-peer tanpa prosedur know your customer (KYC) yang memadai.
Menurut Asep, dalam menghadapi realitas ini, tidaklah cukup bagi Kejaksaan untuk bertumpu pada metode konvensional dalam menangani perkara pidana terkait aset kripto. Teknologi blockchain terus berkembang, dan para pelaku kejahatan senantiasa beradaptasi untuk menyembunyikan jejak mereka. Oleh karena itu, Kejaksaan membutuhkan kapasitas teknis dan kompetensi khusus untuk memahami mekanisme transaksi digital, memanfaatkan tools analisis blockchain, serta menelusuri aliran dana di berbagai yurisdiksi yang berbeda.
“Maka dari itu, kegiatan Capacity Building dan Sertifikasi Penanganan Perkara Aset Kripto ini bertujuan untuk membekali para Jaksa dengan pemahaman dan keahlian mendalam tentang ekosistem blockchain, cara kerja aset kripto, dan pola kejahatan yang semakin bervariasi,” tegas Asep lagi.
DitambahkannAsep, diklat ini dirancang untuk membekali para Jaksa dengan pemahaman mendalam seputar mekanisme teknologi blockchain, seluk-beluk transaksi aset kripto, dan pola-pola kejahatan kripto yang kian berkembang. Nantinya, para peserta akan dilatih menggunakan tools analisis blockchain, mempelajari metode tracking aliran dana ilegal.
Diklat juga akan dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap I Pelatihan Dasar, pada tanggal 3–7 Februari 2025. Materinya meliputi Fundamental Kripto dan Chainalysis Reactor. Tahap II Pelatihan Lanjutan, pada akhir April 2025. Materinya meliputi Investigasi dan Penyitaan Aset Kripto.
“Setiap pembelajaran dan praktik akan diikuti dengan ujian sertifikasi yang diselenggarakan secara daring melalui perangkat masing-masing peserta dengan difasilitasi langsung oleh instruktur Chainalysis. Dengan sertifikasi ini, kompetensi kalian akan diakui secara global, membuka jalur kerjasama lebih luas dengan institusi internasional seperti UNODC, Stolen Asset Recovery Initiative (STAR) World Bank, hingga Financial Action Task Force (FATF),” ujarnya.
Ditegaskan Asep, Kejaksaan menyadari bahwa penegakan hukum di bidang siber dan aset kripto bukan sekadar persoalan teknis. Kerap kali, perkara yang ditangani berhubungan dengan berbagai yurisdiksi berbeda dan melibatkan jejaring kejahatan lintas negara. Oleh karena itu, Kejaksaan perlu membangun network dengan lembaga penegak hukum di luar negeri, saling berbagi data, dan melakukan asistensi ketika mengungkap tindak pidana transnasional. “Saya percaya, sertifikasi dan pelatihan ini juga akan memudahkan rekan-rekan Jaksa menjalin komunikasi yang lebih efektif dengan mitra internasional, karena kita berbicara dalam “bahasa” teknologi digital yang sama,” tambahnya.
Ditambahkan Asep, peserta harus paham bahwa keahlian yang didapatkan di sini akan berdampak langsung pada percepatan penyelesaian perkara. “Banyak di antara kita merasakan dampak dari tunggakan perkara yang terus bertambah akibat kerumitan menelusuri aliran dana/aset kripto. Dengan pemahaman teknis yang lebih baik, kita dapat mengurangi waktu penyidikan dan penuntutan, sekaligus meminimalkan kemungkinan human error dalam mengidentifikasi pelaku. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi Kejaksaan, karena masyarakat melihat adanya respons cepat dan tepat atas setiap kejahatan yang berkaitan dengan aset kripto,” ujarnya mengingatkan peserta.
Asep juga menguraikan bahwa dari perspektif kebijakan nasional, peningkatan kapasitas di bidang penanganan perkara aset kripto juga berkontribusi pada keberhasilan pemerintah dalam menerapkan regulasi. Sejak berlakunya beberapa aturan seperti Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Aset Kripto, pemerintah telah berupaya menciptakan ekosistem kripto yang tertib, aman, dan menguntungkan bagi perekonomian. Namun, upaya ini hanya akan efektif apabila aparat penegak hukum memiliki kapasitas memadai untuk menindak segala penyimpangan.
Dengan merespons perubahan regulasi secara tepat, mempelajari teknik investigasi yang efektif, dan menguasai tools analisis blockchain, Kejaksaan dapat memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum di sektor aset kripto tidak lolos dari jerat hukum. Hal ini pada gilirannya akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku, mencegah kerugian negara dan masyarakat dalam skala yang lebih besar. Selain itu, penegakan hukum yang tegas dan tepat sasaran akan meyakinkan investor bahwa Indonesia adalah tempat yang aman untuk berbisnis di bidang teknologi dan inovasi keuangan.
“Sejalan dengan semangat Asta Cita Prabowo-Gibran, terutama misi ketujuh tentang reformasi hukum dan pemberantasan kejahatan terorganisir, kita perlu menegaskan bahwa insan Adhyaksa siap beradaptasi dengan dinamika digital. Dunia berubah dengan sangat cepat. Teknologi blockchain, Decentralized Finance (DeFi), dan Non-Fungible Tokens (NFT) hanya sebagian contoh yang telah muncul. Bukan tidak mungkin, ke depan akan ada teknologi baru yang lebih rumit dan canggih. Kesiapan kita hari ini akan menjadi bekal penting untuk menyongsong tantangan di masa yang akan datang,” tambah Asep.
Asep juga menyebutkan bahwa selaras dengan upaya peningkatan kapasitas teknis, ia berharap pelatihan ini dapat membangun jejaring yang solid di antara peserta. Sebab, Kejaksaan akan menghadapi banyak kasus yang menuntut kolaborasi antar satuan kerja. Berbekal pemahaman yang sama, diharapkan koordinasi penanganan perkara akan lebih lancar dan saling melengkapi. Best practices dalam investigasi aset kripto perlu menjadi pengetahuan kolektif, sehingga Jaksa bisa belajar bersama dan menemukan cara-cara inovatif untuk menyelesaikan berbagai modus kejahatan kripto.
“Tidak kalah pentingnya, saya ingin menekankan soal integritas dan profesionalitas. Kita menyadari bahwa setiap teknologi baru juga bisa mendatangkan celah bagi oknum-oknum tertentu. Karena itu, kita dituntut menjaga amanah dan kepercayaan masyarakat. Dengan kapasitas yang semakin tinggi, tanggung jawab kita pun menjadi semakin besar. Marilah kita jadikan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan akuntabilitas sebagai landasan utama dalam menjalankan tugas,” ujarnya.
Diakhir sambutannya, Asep menegaskan betapa vitalnya peran Kejaksaan dalam menjaga stabilitas dan keamanan sistem keuangan digital di Indonesia. “Ke depan, tren inovasi akan terus berlangsung—bahkan mungkin lebih cepat daripada yang kita bayangkan. Jika kita tidak bersiap sejak sekarang, kita akan tertinggal dari para pelaku kejahatan yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, mari kita gunakan kesempatan ini seoptimal mungkin, saya yakin kalian semua mampu lulus ujian sertifikasi pada setiap sesi pembelajaran,” pungkasnya.
BACA JUGA: