KEADILAN – Telepon Presiden Joko Widodo terbilang efektif. Sebulan paska Presiden menelepon Kapolri, tidak ada lagi kasus premanisme di Tanjung Priok. Terkait hal ini, Kriminolog Universitas Indonesia Dr Arthur Josias Simon Raturambi, M.Si meminta polisi untuk menindak para pelaku kejahatan tanpa menunggu perintah atasan.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menelepon Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pada tanggal 10 Juni 2021 lalu. Presiden yang akrab dipanggil Jokowi itu meminta Kapolri menindak tegas pelaku pungli dan premanisme yang kerap memeras para sopir truk di kawasan Tanjung Priok.
Tidak lama setelah Presiden menelepon, jajaran Polres Jakarta Utara langsung menangkap 49 tersangka kasus pungli dan premanisme di wilayahnya. 24 orang diantaranya merupakan komplotan Asmoro yang kerap memalak para sopir truk di kawasan Tanjung Priok.
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadli Imran menjelaskan, modus 24 tersangka ini ialah dengan menawarkan jasa keamanan. Para tersangka merupakan anggota dari empat kelompok jasa pengamanan yang berbeda.
Keempat jasa keamanan itu bernama Bad Boys, Haluan Jaya Prakarsa, Sakta Jaya Abadi, dan Tanjung Raya Kemilau. Mereka rata-rata meminta pengusaha truk atau sopir kontainer untuk menyetorkan uang keamanan Rp50.000 hingga Rp100.000 per bulan.
Padahal keempat kelompok tersebut lah yang menyuruh para preman untuk memalak sopir truk agar tertarik menggunakan jasa pengamanan. “Kelompok ini menyuruh preman yang disebut asmoro yang ada di jalan untuk melakukan tindakan kriminal seperti merampas ponsel, mencuri, memeras dengan modus operandi menjual air mineral,” ujar Fadli di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis 17 Juni 2021 silam.
Sekarang sudah sebulan paksa peristiwa itu terjadi. Belum ada lagi kasus premanisme di kawasan Tanjung Priok. Gito yang merupakan Pangkorlap Persatuan Sopir Truk Tanjung Priok (PSTTP) mengatakan bahwa tidak ada laporan kasus pemalakan dari para sopir truk dalam sebulan terakhir. “Sampai saat ini aman. Belum ada lagi laporan dipalak atau preman,” ujarnya pada Keadilan, Kamis (15/07/2021).
Sempat dikabarkan bahwa sehari setelah para petugas depo yang melakukan pungli ditangkap, kegiatan bongkar muat di JICT menjadi lambat. Terkait hal itu Gito menjelaskan, kegiatan di Jakarta International Container Terminal (JICT) saat ini sudah lebih efektif. “Sekarang sudah efektif. Proses bongkar muat juga sudah cepat. Gak kaya pas awal-awal penangkapan itu prosesnya lama. Sekarang sudah cepat,” ucap Gito.
Hal ini juga dibenarkan oleh polisi. Kasat Reskrim Polres Metro Tanjung Priok AKBP Dwi Prasetyo mengatakan, semenjak mengamankan puluhan pelaku pungli dan premanisme bulan lau, belum ada lagi penangkapan preman di Jakarta Utara. “Belum ada lagi sampai saat ini. Aduan dari masyarakat terkait kasus premanisme juga belum ada,” kata Dwi saat dihubungi Keadilan, Jumat (16/07/2021).
Kapolsek Cilincing Kompol Slamet Riyadi yang sebelumnya mengamankan enam pelaku premanisme, dan Kanit Reskrim Polsek Tanjung Priok Iptu Asman Hadi yang mengamankan sembilan pelaku premanisme juga mengatakan hal yang sama. Menurut mereka sampai saat ini belum ada lagi kasus premanisme.
Kriminolog Universitas Indonesia, Dr Arthur Josias Simon Raturambi, M.Si mengatakan telepon Presiden Jokowi waktu itu memang efektif. “Telepon Presiden ternyata efektif. Tindakan kontrol, datang berkunjung untuk mendengar keluhan masyarakat itu ternyata diperlukan. Tetapi ya itu tadi, dalam kasus ini polisi memang harus didorong, dan diawasi,” ujar Simon pada Keadilan, (16/07/2021)
Simon menegaskan, tanpa menunggu perintah atasan, seharusnya polisi menindak preman-preman yang merugikan masyarakat. Ia menilai, kebiasaan diperintah seperti ini harusnya dihilangkan.
“Maksud saya, preman-preman yang merugikan itu harus memang harusnya ditangkap. Jangan tunggu perintah atasan. Kebiasaan seperti itu yang harus dihilangkan. Jangan kemudian menteri atau pejabat datang baru melakukan pengawasan,” tegas Simon.
CHARLIE TOBING