Korupsi Pertamina yang Disidik Jampidsus Berpotensi Merugikan Negara Rp1000 Triliun

Kasus korupsi terbesar yang disidik jaksa

KEADILAN – Kerugian negara perkara korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero) Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 sampai 2023 berpotensi mencapai Rp1000 triliun. Pasalnya nilai kerugian negara Rp193,7 triliun yang diberitakan sebelumnya baru untuk perhitungan pada 2023. Sementara tempus delicti perkara sejak 2018 sampai 2023.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Abdul Qohar dan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar saat ditanya keadilan.id, Selasa (25/02/2025), mengakui kerugian negara Rp193,7 triliun tersebut hanya perkiraan kerugian negara periode 2023 semata. Keduanya juga mengakui bahwa peristiwa pidana yang disidik penyidik bukan hanya yang terjadi pada tahun 2023. Tetapi sejak 2018 sampai 2023.

Berdasarkan informasi dua pejabat Kejaksaan Agung tesebut patut diduga kerugian negara perkara korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero) Sub Holding dan KKKS tahun 2018 sampai 2023 tidak sekedar Rp193,7 triliun. Pasalnya, peristiwa pidana pada 2018 sampai 2022 modus korupsinya diduga sebelas dua belas alias sama. Jika tiap tahun kerugian negara Rp193,7 triliun, maka total kerugian negara akan mencapai sekitar Rp970 triliun sampai Rp1000 triliun.

Sebagaimana diberitakan keadilan.id sebelumnya, tim penyidik Jampidsus membongkar lagi korupsi kakap. Penyidik telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menahan tujuh orang tersangka. Dalam jumpa pers Senin malam 24 Februari 2025, Kejagung hanya menyebut nilai kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun.
“Penyidikan ini dimulai setelah tim berhasil mengumpulkan bukti yang cukup, termasuk pemeriksaan terhadap 96 saksi, dua ahli, dan penyitaan dokumen serta barang bukti elektronik. Berdasarkan bukti tersebut, pihak penyidik menetapkan tujuh orang tersangka,” ujar Harli Siregar.

Lebih lanjut Harli Siregar menjelaskan inisial ketujuh tersangka ini. Menurutnya mereka sebagian para pejabat tinggi di PT Pertamina dan sejumlah pihak terkait. Berikut daftar tersangka sementara yang ditetap penyidik.

1. RS, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

2. SDS, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.

3. YF, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

4. AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

5. MKAR, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

6. DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim.

7. GRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Kasus Posisi

Harli mengungkapkan bahwa kasus ini mencuat setelah ditemukan adanya pengaturan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu, dengan merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp193,7 triliun. “Para tersangka diduga mengatur pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang melalui proses yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, termasuk pemufakatan harga dan manipulasi tender,” ungkapnya.

Dalam penyidikan, kata Harli ditemukan adanya pemufakatan jahat antara pejabat PT Pertamina dan pihak broker untuk membeli minyak mentah dan produk kilang dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga seharusnya, yang akhirnya merugikan keuangan negara. “Penyidik juga mengungkapkan adanya manipulasi dalam pengolahan produk kilang, seperti pembelian bahan bakar Ron 92 dengan kualitas yang lebih rendah (Ron 90) yang kemudian dicampur (blending), yang jelas melanggar aturan,” katanya.

Selain itu, proses pengadaan produk kilang juga dibarengi dengan mark up atau penggelembungan biaya pengiriman oleh PT Pertamina International Shipping yang melibatkan tersangka YF, yang menyebabkan negara harus menanggung biaya lebih tinggi.

Kerugian Negara pada 2023 Rp193,7 Triliun

Berdasarkan hasil penyidikan, kata Harli kerugian negara diperkirakan berasal dari beberapa sumber. Antara lain, kerugian akibat ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun. Lalu kerugian akibat impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun.

Selain itu, kerugian akibat impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun, kerugian akibat pemberian kompensasi BBM pada tahun 2023 sebesar Rp126 triliun dan kerugian akibat pemberian subsidi BBM pada tahun 2023 sebesar Rp21 triliun.

Menurut Harli, dalam penyidikan juga ditemukan bahwa pengaturan harga impor minyak mentah dan produk kilang dilakukan dengan tujuan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu, termasuk melalui proses pemilihan broker yang telah disiapkan sebelumnya. “Terdapat upaya untuk merugikan negara dengan menurunkan produksi minyak mentah dalam negeri dan memperbesar ketergantungan pada impor,” ungkapnya.

Akibat perbuatan tujuh tersangka ini, mereka dijerat dan diancam dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pengungkapan kasus korupsi kakap terbaru ini menambah deretan banyak korupsi megatriliun yang dibongkar penyidik Jampidsus. Mulai Jiwasraya, Asabri, BTS Kemenkominfo, mafia impor baja, mafia impor garam, mafia impor tekstil, mafia impor gula, mafia tambang, Duta Palma dan sejumlah kejahatan korupsi banyak korporasi.

Dari semua kasus kasus korupsi diatas, paling rendah merugikan negara adalah Rp8,3 triliun seperti BTS. Beberapa kasus merugikan negara puluhan triliun rupiah. Beberapa lagi sampai merugikan negara diatas dua ratus triliun rupiah.

BACA JUGA: Bongkar Lagi Korupsi Kakap, Jampidsus Tangkap 7 Pejabat Pertamina yang Rugikan Negara Rp193,7 Triliun