Korupsi Impor Gula, Jaksa Periksa Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan

KEADILAN – Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS) memeriksa Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015 – 2016. Keterangan saksi akan dipakai memperkuat bukti kejahatan tersangka Thomas Trikasih Lembong dkk.

Saksi yang diperiksa berinisial LN selaku Kepala Biro Hukum Kementerian Perdagangan. Ia diminta keterangan terkait persetujuan impor (PI) gula oleh Thomas Lembong kepada delapan perusahaan swasta.

KEADILAN
Keadilan
Home / HUKUMKorupsi Impor Gula, Dirjen dan Kasubdit Sudah Ingatkan Tom Lembong Soal Pelanggaran Aturan
Korupsi Impor Gula, Dirjen dan Kasubdit Sudah Ingatkan Tom Lembong Soal Pelanggaran Aturan
syamsul mahmuddin11/11/2024
HUKUM
Korupsi Impor Gula, Dirjen dan Kasubdit Sudah Ingatkan Tom Lembong Soal Pelanggaran Aturan 1
Tom Lembong saat ditahan kejaksaan dibawah pengawalan kamdal Kejaksaan Agung yang diperkuat personil marinir TNI AL.
KEADILAN – Untuk memperkuat bukti pelanggaran hukum eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, jaksa memeriksa dua pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag) di Kantor Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (11/11/2024). Konon, kasubdit dan dirjen sudah mengingatkan Lembong bahwa pemberian izin impor kepada swasta melanggar aturan.

Dua pejabat Kemendag RI yang diperiksa jaksa penyidik adalah SH dan SA. SH diperiksa selaku Kasubdit Hasil Industri pada Direktorat Bahan Pokok dan Barang Strategis tahun 2015. Sedangkan SA selaku Direktur Jenderal Kementerian Perdagangan tahun 2016.

Tom Lembong saat ini ditahan penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus). Ia telah dinyatakan sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015 – 2016.

3 Klaster Perbuatan Melawan Hukum

Sebagaimana diberitakan keadilan.id, kasus korupsi Tom Lembong bikin polemik. Sebagian netizen menganggap keputusannya mengizinkan 8 perusahaan swasta melakukan impor gula bukan korupsi. Padahal Tom Lembong setidaknya telah melakukan tiga klaster pelanggaran hukum fatal dalam keputusannya yang membuat importir berpesta dan petani dimiskinkan.

Dalih para pendukung Lembong selalu latar belakang pembelian Impor Gula Kristal Putih (GKP) untuk pengganti Operasi Pasar yang dilakukan Inkopol dan Inkopad. Tujuannya, agar keputusan Tom Lembong tersebut bisa disimpulkan hanya bersifat administratif dan tak ada kerugian negara.

Nah, berdasarkan penelisikan keadilan.id, ternyata ada tiga klaster Persetujuan Impor secara melawan hukum Tom Lembong saat menjadi Menteri Perdagangan. Pertama, adanya pemberian impor kepada swasta karena permintaan Inkopol dan Inkopad. Kedua, pemberian Impor kepada swasta melalui penugasan BUMN PPI. Dan ketiga, adanya pemberian Impor kepada swasta secara melawan hukum.

Dari tiga klaster tersebut, menurut informasi yang dihimpun keadilan.id, terdapat sedikitnya empat keadaan yang bisa dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum. Salah satunya, cukup fatal karena hal itu bisa membuktikan adanya ‘mens rea’ atau niat jahat.

Pertama, tujuan penugasan impor gula tak tercapai karena harga tinggi. Hal ini disebabkan GKP hasil Impor yang seharusnya dilakukan operasi pasar oleh PPI tidak jadi dilakukan. Namun diberikan kepada distributor yang terafiliasi dengan produsen impor. Akibatnya, pemerintah tak bisa mengontrol harga gula dan menyebabkan harga penjualan mencapai Rp16.000/kg, melebihi harga eceran tertinggi pasar sebesar Rp12.500/kg.

Kegagalan ini tentu membuat konsumen dirugikan karena tetap mengeluarkan dana lebih besar untuk mendapatan gula pasir. Padahal kondisi ekonomi masyarakat sedang terhimpit. Belum lagi efek domino kenaikkan harga gula yang pasti memicu naiknya harga komoditi lain yang faktor produksinya terkait langsung atau tidak langsung dengan komoditi gula.

Tindakan ini sama saja dengan menyabotase program pemerintah untuk menstabilkan harga gula sekaligus menyabotase pemerintah menghentikan gejolak sosial yang terjadi karena kenaikkan harga gula. Sementara importir enak saja menikmati keuntungan berlipat dari kegagalan operasi pasar dan kepanikan masyarakat atas naiknya harga kebutuhan pokok.

Kedua, pemberian kuota impor dalam negeri melebihi kebutuhan dalam negeri dan tanpa Rakortas serta rekomendasi Menteri Perindustrian. Dampak keputusan serampangan Tom Lembong membuat petani tertekan dengan harga beli tebu yang murah, padahal di pasar harga GKP tetap tinggi.

Situasi ini membuat petani tebu seperti pepatah, ayam mati kelaparan di lumbung padi. Bayangkan, harga eceran gula sangat tinggi, namun petani tebu justru dimiskinkan. Sementara pengusaha yang melakukan impor dan oknum pejabat menikmati keuntungan dengan tingginya harga gula di pasar.

“Bayangkan, pengusaha-pengusaha impor sambil makan mewah di luar negeri, angkat telepon untuk dapat kuota impor, kemudian kekayaannya yang sudah berlimpah, makin bertambah berlimpah ruah. Sementara, petani tebu dimiskinkan, anak-anak mereka terpaksa putus sekolah bahkan bayi yang baru lahir terkena stunting. Dimana rasa keadilan?” cerita sumber keadilan.id.

Ketiga, impor Gula Kristal Putih merupakan barang larangan terbatas yang hanya diperbolehkan dilakukan oleh BUMN. Namun Tom Lembong diduga memberikan kepada swasta secara melawan hukum. Ada dugaan, nama koperasi-koperasi personel Polri dan TNI hanya dipakai. Padahal penikmat terbesar adalah pengusaha yang melakukan impor, penikmat terkecil adalah oknum-oknum. Sementara personil Polri dan TNI tetap saja masih ada yang susah, terutama di level bawah.

Keempat, Tom Lembong terbukti secara sadar membuat keputusan. Walau sudah diingatkan oleh Kasubdit, Direktur dan Dirjen Kementerian Perdagangan bahwa pemberian Impor GKP tidak bisa diberikan kepada Produsen Swasta. Namun Tom Lembong bersikeras dan tetap memberikan persetujuan impor kepada delapan perusahaan swasta tersebut. Bahkan ia menandatanganinya langsung. Peristiwa ini sebenarnya di luar kebiasaan dan sangat spesial. Selama ini persetujuan impor diteken dirjen, tapi untuk delapan perusahaan swasta ini, Menteri Perdagangan langsung yang meneken.

Perlakuan khusus atau niat kuat Tom Lembong untuk mengizinkan delapan perusahaan swasta melakukan impor tentu menimbulkan pertanyaan. Keuntungan apa yang diperoleh Tom Lembong untuk nekad membuat keputusan melanggar hukum yang merugikan negara dan merusak perekonomian jutaan petani tebu tapi menguntungkan delapan importir?

Kebetulan, Tom Lembong yang dalam LHKPN mengakui memiliki kekayaan sekitar Rp95 miliar, dalam negeri tercatat tak punya aset. Bahkan tanah, bangunan dan mobilpun, Tom Lembong yang sejak sekolah sampai bekerja berada di luar negeri ini juga tak memilikinya di dalam negeri. Apakah Tom Lembong menyimpan kekayaan di luar negeri dan di luar yuridiksi hukum Indonesia, mungkin hanya Tom Lembong dan Tuhannya yang tahu.