Kesetaraan Minangkabau dalam Minang Saiyo Sydney

Jika kaya kami tak akan meminta, jika pintar kami tak akan bertanya, jika berkuasa kami tidak akan takut

KEADILAN – Ketika di tanah air sedang trending tagar #kaburajadulu, yang berkumpul menikmati hidangan Buka Puasa Bersama Minang Saiyo Sydney, Sabtu, 8 Maret 2025 lalu, adalah kaum yang #sudahkaburdaridulu. Mereka umumnya adalah perantau yang sudah bermukim lama di Benua Kangguru, satu-dua-tiga dekade, bahkan lebih dari empat dekade yang lalu.

Minang Saiyo Sydney menggunakan momen Buka Bersama Ramadan ini untuk memperkenalkan kepengurusan baru MSS periode 2024-2027 yang dihasilkan oleh Rapat Umum Anggota (RUA) MSS yang diselenggarakan akhir tahun 20224 yang lalu. Badan Musyawarah Organosasi (BMO) MSS kembali dipimpin oleh Armanda Ardanis, yang sekaligus memperkenalkan jajaran pengurus MSS yang baru. Anggota BMO terdiri dari: Amri Darwis, Amri Yusra, Devi Nazar, Eddy Latief, Ikhsan Zakir, Rifan Safron, Syamsul Bahri, Yennie Nazar, dan Yus H. Saad.

Badan Pengurus Harian (BPH) MSS dipimpin kembali oleh Dr Zulfan Tadjoeddin. Masuk kejajaran BPH: Melanie Latief (wakil ketua), Ahmad Zaki Syafrizal (sekretaris), dan Lookie Budiman (bendahara).

Mengenai kehidupan sosial kaum #sudahkaburdaridulu di Sydney, Zulfan, dalam sambutannya, berefleksi bahwa disinilah dia menemukan realita pepatah lama Minangkabau yang mengatakan bahwa, “jika kaya – kami tak akan meminta, jika pintar – kami tak akan bertanya, jika berkuasa – kami tidak akan takut”.

Ungkapan diatas merupakan wujud aspirasi akan adanya kesetaraan. “Kesetaraan” inilah yang betul-betul terasa di MSS sebagai organisasi sosial budaya kaum perantau Minang di Sydney. Ketua hanyalah di-“tua”-kan seranting, dan di-“dahulu”-kan selangkah. Tidak lebih.

Ketika MSS memerlukan dana, semua turun. Tidak ada “bandar” sebagaimana jamaknya organisasi sosial di republik. Lazim ditemui di Indonesia, organisasi sosial dipimpin oleh saudagar atau pejabat yang kaya raya, dan hampir semua kebutuhan financial organisasi ditanggung oleh sang ketua.

Ketika dalam acara MSS perlu tenaga untuk mengatur kursi, menata dan membersihkan ruangan, semua turun tangan dalam pengertian yang sangat harfiah. Tidak ada yang main “tunjuk”. Hal ini tentu sangat berbeda dengan dinamika organisasi sosial di tanah air, dimana sang ketua biasanya berperan sebagai “patriakh” atau “patron”.

Sejatinya, ungkapan “jika kaya – kami tak akan meminta, jika pintar – kami tak akan bertanya, jika berkuasa – kami tidak akan takut” adalah merupakan aspirasi akan kesetaraan, aspirasi untuk merdeka dari dominasi. Tetapi ironisnya itulah yang jamak ditemui di ranah Minang dan Indonesia, dimana rakyat berderai dikuasai oleh mereka yang kaya dan berkuasa.

Dalam kontek ini, tanah rantau seperti Sydney Australia ini telah memberikan kesetaraan dan “kemerdekaan” bagi mereka yang #sudahkaburdaridulu seperti yang diaspirasikan oleh ungkapan di atas. Hal ini tentu tidak lepas dari struktur sosial dan ekonomi dari sebuah negara maju seperti Australia.

Rangkaian acara Buka Puasa Bersama Ramadan MSS dipandu oleh MC Ikhsan Zakir. Turut memberi sambutan kooedinator acara, Ahmad Zaki Syafrizal, Pejabat Ketua Indonesian Community Council – ICC NSW, Lini Kuhn, dan Konsul Jenderal RI di Sydney, Vedi Kurnia Buana, yang sudah dilantik menjadi Duta Besar RI untuk Chile. Salat Magrib dipimpin oleh sesepuh mayarakat Indonesia di Sydney, Dr Chalidin Yacob, yang merupakan pendiri dari Ashabul Kahfi Islamic Centre. Ceramah Ramadan disampaikan oleh Ustad Romzi Ali.

Tilawah dibawakan oleh Danis Azmi dan salat taraweh diimami oleh Hafizh Ridwan. Danis adalah seorang hafiz Quran, sedangkan Hafizh biasa menjadi imam, mereka berdua adalah wajah generasi kedua perantau Minang di Sydney. Selain keluarga besar MSS, hadir pula perwakilan dari berbagai organisasi sosial kemasyarakatan diaspora Indonesia di Sydney.

BACA JUGA: Uang Baca Perkara Suap Vonis Wilmar Grup dkk Rp4,5 Miliar, Jampidsus Tetapkan Lagi Tiga Hakim jadi Tersangka