KEADILAN– Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi di kawasan Patung Kuda, Jl MH Thamrin hingga Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (17/02/2025). Gerakan mahasiswa dengan hastag ‘Indonesia Gelap’ ini membawa sejumlah tuntutan kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Tagar ‘Indonesia Gelap’ sudah ramai di berbagai platform sosial media dalam beberapa hari belakangan.
Koordinator Pusat BEM SI Herianto, mengungkapkan bahwa aksi ‘Indonesia Gelap’ akan berlangsung selama tiga hari hingga Rabu (19/02) dengan melibatkan sekitar 5.000 massa yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Ada lima tuntutan utama yang disuarakan dalam aksi mahasiswa ini.
Pertama, pencabutan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Kebijakan ini dinilai menetapkan pemangkasan anggaran yang tidak berpihak pada rakyat. BEM UI melihat kebijakan ini sebagai langkah yang berpotensi merugikan berbagai sektor vital dalam kehidupan masyarakat.
Para aktivis mahasiswa menilai bahwa efisiensi anggaran seharusnya tidak mengorbankan sektor-sektor strategis yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan rakyat.
Mahasiswa berpendapat, transparansi dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan anggaran juga menjadi hal yang crucial. Mereka menuntut pemerintah untuk lebih terbuka dalam menjelaskan dasar pertimbangan dan dampak dari kebijakan pemangkasan anggaran ini.
Para demonstran menekankan bahwa kebijakan pemangkasan anggaran harus mempertimbangkan aspek keadilan sosial dan tidak memberatkan masyarakat, terutama kelompok yang rentan secara ekonomi.
Kedua, penolakan revisi Undang-Undang Minerba, khususnya pasal yang memungkinkan perguruan tinggi untuk mengelola tambang. Mahasiswa menilai hal ini dapat mengancam independensi akademik dan objektivitas lembaga pendidikan tinggi.
BEM UI dalam pernyataan resminya menegaskan bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang berpotensi menciptakan konflik kepentingan. Mereka khawatir hal ini dapat mempengaruhi objektivitas penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di lingkungan akademik.
Para aktivis juga menyoroti potensi dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul dari implementasi UU Minerba yang direvisi. Mereka menilai bahwa regulasi ini dapat membuka celah bagi eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan.
Mahasiswa menekankan pentingnya menjaga independensi perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan dan penelitian. Keterlibatan dalam pengelolaan tambang dinilai dapat mengalihkan fokus dan sumber daya dari fungsi utama perguruan tinggi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Ketiga, tunjangan dosen dan pendidik tanpa hambatan. Isu yang diangkat adalah tuntutan pencairan tunjangan kinerja dosen dan tenaga kependidikan secara penuh tanpa hambatan birokratis. Mahasiswa menilai bahwa pemotongan dan hambatan dalam pencairan tunjangan ini dapat mempengaruhi kualitas pendidikan.
Para demonstran menekankan bahwa kesejahteraan tenaga pendidik merupakan aspek penting dalam menjamin kualitas pendidikan. Mereka menuntut agar proses pencairan tunjangan dapat dilakukan secara transparan dan tepat waktu.
BEM UI secara khusus menyoroti pentingnya menghilangkan hambatan birokratis yang sering kali menjadi kendala dalam pencairan tunjangan. Mereka menilai bahwa prosedur yang berbelit-belit dapat menghambat kinerja dan motivasi tenaga pendidik.
Tuntutan ini juga mencakup permintaan evaluasi terhadap sistem penggajian dan tunjangan yang berlaku saat ini, dengan harapan dapat menciptakan sistem yang lebih efisien dan berkeadilan.
Keempat, evaluasi total program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pengeluarannya dari anggaran pendidikan. Mahasiswa menilai bahwa program ini perlu dikaji ulang efektivitasnya dan dampaknya terhadap alokasi anggaran pendidikan secara keseluruhan.
Mereka mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap program MBG, termasuk transparansi penggunaan anggaran dan efektivitas implementasinya di lapangan. Mereka berpendapat bahwa program ini seharusnya tidak mengambil porsi dari anggaran pendidikan yang sudah terbatas.
Mahasiswa juga menyoroti pentingnya memisahkan program kesejahteraan seperti MBG dari anggaran pendidikan. Mereka berargumen bahwa pencampuran ini dapat mengaburkan fokus dan mengurangi efektivitas anggaran untuk pengembangan pendidikan.
Tuntutan ini juga mencakup permintaan akan kejelasan kriteria penerima manfaat dan mekanisme pelaksanaan program, untuk memastikan bahwa bantuan tersebut tepat sasaran dan tidak mengganggu alokasi anggaran pendidikan.
Kelima, berhenti membuat kebijakan publik yang tidak berbasis tiset llmiah dan tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat. Tuntutan terakhir menyoroti keprihatinan mahasiswa terhadap proses pembuatan kebijakan publik yang dinilai tidak berbasis pada riset ilmiah dan tidak berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. BEM UI menyebut banyak kebijakan yang diambil bersifat “ugal-ugalan dan nirsubstansi”.
Para demonstran menuntut agar setiap kebijakan publik yang diambil harus didasarkan pada kajian ilmiah yang komprehensif. Mereka menekankan pentingnya melibatkan akademisi dan peneliti dalam proses perumusan kebijakan untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan memiliki dasar ilmiah yang kuat.
Mahasiswa juga mendesak agar orientasi kesejahteraan rakyat menjadi prioritas utama dalam setiap pengambilan kebijakan. Mereka menilai bahwa banyak kebijakan yang diambil lebih mengutamakan kepentingan elit daripada kepentingan masyarakat luas.
Tuntutan ini mencerminkan harapan mahasiswa akan terwujudnya pemerintahan yang lebih profesional dan berbasis bukti (evidence-based policy making) dalam mengambil keputusan yang memengaruhi kehidupan masyarakat.