KEADILAN – Sejumlah proyek Pemerintah Kota Batam (Pemko Batam) pada umumnya diduga ada ‘fee’ yang wajib diberikan pelaksana proyek atau kontraktor kepada pejabat Pemko Batam, melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Permainan ini juga diduga kuat melibatkan pejabat Perwakilan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (BPKP Kepri) dalam praktik memanipulasi pembayaran proyek instansi kepada kontraktor.
Hal ini diungkapkan Komisrais CV Putra Kajima Suparman, salah satu kontraktor kepada keadilan.id di kawasan Grend Land, Batam Center, Kota Batam, awal April lalu. Dijelaskan Suparman, praktik pemberian ‘fee’ itu sebagai sustau yang tidak ‘bersuara’.
“Dugaan kita ya, pasti kalau saya katakan begini, ya setiap proyek di Batam ini enggak ada enggak main-main fee. Kita ‘disclaimer’ dulu ini bahwa ini dugaan kita ya. Dugaan kita seperti itu, tapi memang kalau kita bicara dugaan, kalau di dalam Ilmu Penelitian Hukum dugaan itu tidak berbunyi di situ dugaan. Itu berbunyi di pengadilan, pengadilan yang memegang kalimat,” ujar Suparman.
Dipaparkan Suparman, perusahaannya yakni, CV Putra Kajima yang beralamat di Ruko Greenland Blok F2 Nomor 07, Teluk Tering, Kecamatan Batam Kota, Kota Batam, adalah pihak yang mengerjakan proyek di Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Batam. Kontrak yang dikerjakan yakni, No. 41/PG.01.02/SPJ/RJ/BM/IV/2022, tanggal 06 April 2022, Paket Peningkatan Jalan Simpang Global-Yos Sudarso-Simpang Seruni (Tahap 2).
“Pascah penyelesaian proyek tersebut hingga saat ini perusahaan kami belum dibayar lunas oleh Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Batam. Adapun alasannya karena kami menolak adanya pemotongan dana sebesar Rp780 juta, PPK bernama Dohar, dengan alasan yang tidak jelas,” ungkap Suparman.
Atas hal itu, Suparman kemudian melapor ke Perwakilan BPKP Kepri serta BPKP Pusat. Suparman, melaporkan juga permasalahan ini ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), khususnya terkait dugaan dengan keterlibatan aparat BPKP Kepri, dalam pembuatan laporan double posting tagihan dengan nilai berbeda. Tembusan surat disampakan juga kepada BPKP Pusat dan Ombusman di Jakarta.
“Setelah saya tahu, di sini ada BPKP bermain, dibuktikan dengan surat yang dikeluarkan oleh dia (BPKP), itu kan merugikan saya. Surat yang saya sebarkan itu kan merugikan saya. BPKP membuat dua opsi (dua laporan keuangan yang berbeda), itu kan dua opsi enggak benar itu, kan mengadu-adu namanya BPKP itu (kontraktor dan pemerintah). Permasalah ini saya tembuskan juga ke BPKP Pusat, dan ke Ombudsman,” kata Suparman.
Sebelumnya Suparman, sudah memohon penjelasan kepada pihak BPKP Kepri, melalui surat yang dikirimkannya tanggal 20 Maret 2024, Nomor: 011/CK/BTM/III/2024

Adapun keterlibatan BPKP Kepri dalam merugikan kontraktor, kata Suparman, bermula adanya dari final kwantiti proyek nilai kontrak pekerjaan sebesar Rp7.209.547.880,00. Sisa belum dibayar menurut kontrak masih 57% atau Rp4,5 miliar. Sedangkan riil pelaksanaanya Rp4,9 miliar.
Namun versi PPK, tanpa bisa memberikan data alasan pemotongan sisa tagihan adalah Rp3,940 miliar. “Kalau maunya Dohar, ini dipenuhi maka saya akan mengalami kerugian Rp960 juta,” kata Suparman.
Anehnya, berdasarkan tagihan versi BPKP lainnya adalah sebesar Rp4,112 miliar sehingga potensi kerugian akibat pemotongan tagihan Rp788 juta.
“Kedua hitungan tagihan ini melibatkan pihak BPKP. Bagaimana bisa ada dua versi, harusnya hitungan untuk ke saya dan BPKP harus sama. Disinilah saya menilai BPKP cawe cawe dengan PPK dengan membuat tagihan double posting, tapi berbeda,” ujar Suparman.
“BPKP mereferensikan kepada kami Rp4, 112 miliar sisa dari tagihan saya itu. Ada bukti sms-nya ke saya. Tetapi diam-diam BPKP membuat juga skenario dengan pejabat PPK Dohar. diharapkan dia kasih ke Dinas Bina Marga nilainya lebih rendah. Saya tanya ke dia kenapa bisa dua laporan yang berbeda. Lalu mereka (BPKP) memanggil saya ke kantornya, tetapi saya tidak bersedia. Saya mau telusuri lebih dahulu sebab mereka (BPKP) membuat laporan dan diantarkan ke PU (Bina Marga). Semestinya jika ada laporan dari BPKP, harusnya saya diberikan juga (tembusannya),” tegas Suparman.
Suparman, menyebut pihaknya menduga proyek-proyek fisik di Pemko Batam penuh dengan kolusi dan korupsi. Proses pengaturannya ada di tangan PPK. Pejabat itu bekerjasama dengan BPKP Kepri, dalam mengatur laporan keuangan sehingga dibuat laporan palsu yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“(PPK) Ini kan tempat basah, mungkin dia (PPK) banyak setor ke mana-mana. Duit empuk (banyak) di situ, banyak proyek masuk yang pakai fee (komisi atau gratifikasi),” jelas Suparman.
Menurutnya, dalam sejumlah proyek yang dikeluarkan oleh Pemko Batam, pada umumnya ada ‘fee’ yang diberikan oleh pelaksana proyek, yakni kontraktor ke pejabat Pemko Batam, lewat PPK.
Dalam sepuluh tahun terakhir, kata Suparman lagi, Walikota Batam ex-officio Kepala BP Batam, saat ini tidak lagi membina kontraktor tetapi justru membinasakan.
“Enggak (membina), dia membinasakan kontraktor, bukan membina kayaknya dalam 10 tahun terakhirnya, terutama paling menyolok, dalam 5 tahun terakhir. Semenjak PPK-nya Dohar, itu memang hancur-hancuran kontraktor, banyak kontraktor yang berani ngomong kayak gitu. Bisa ditanya saja kalau saya ngomong kan apa adanya saja kan, gak ada saya tutup-tutupi,” tegas Suparman.
Salah satu tindakan merugikan kontraktor, katanya, karena keterlibatan BPKP dalam pembuatan laporan untuk mengelabui dugaan tindak korupsi dalam proyek-proyek yang dijalankan oleh pemerintah, baik Pemko Batam, maupun Badan Pengusahaan (BP) Batam.
“BPKP bermain di sini dengan surat yang dikeluarkan. Banyak surat pengaduan saya kirim ke Inspektorat, ada 23 kali, dan 40 kali surat saya kirimkan ke Walikota Batam, tetapi tidak ada tindakan perbaikan,” sesal Suparman.
Pernyataan Suparman, ketika di konfirmasi melalui pesan what shap kepada Wakil Kepala Perwakilan BPKP Kepri, Imbuh Agustanto hanya menjawab bahwa kasus Suparman dengan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, sudah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Batam.
Kadis Bina Marga dan Sumber Daya Air kota Batam Suhar ketika diminta konfirmasi melaku pesan whatsapp, 18 April lalu, terkait pernyataan Suparman, Suhar menyarankan untuk menanyakan langsung kebawahannya kepala bidang/PPK-nya, Dohar Margalando. Suhar beralasan, semua kegiatan proyek dinas sudah dikuasakan melalui Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/PPK bidang masing-masing.
Selain itu Suhar juga beralasan pada saat proyek berlangsung dan dikerjakan Suparman tahun 2022 lalu, dirinya belum menduduki jabatan Kadis Bina Marga dan Sumber Daya Air Batam. “Saya tahun 2022 kegiatan yang ditanyakan pun belum ke Dinas Bina Marga, jadi sebaiknya detail lebih paham dan komplit di PPK-nya, ya Pak DM,” papar Suhar dalam jawaban via whatsapp.
Begitupun ketika Suhar diminta tanggapan atas pernyataan Suparman yang menyatakan bahwa dalam masa sepuluh tahun belakangan ini, khususnya periode lima tahun terakhir kondisi para kontraktor kelas menengah seperti tidak dibina oleh Walikota Batam Muhammad Rudi, tapi justru dibinasakan. Hal ini dikaitkan dengan jabatan Suhar sebagai kepala dinas yang selalu bersinggungan dengan para kontraktor.
Suhar mengatakan, pernyataan Suparman tidak perlu ia tanggapi mengingat pernyataannya merupakan pendapat orang per orang bukan lembaga. Setahu Suhar, semua sudah berjalan dengan baik, kalau ada keberatan biasanya dapat menyampaikannya melalui asosiasi kontraktor.
“Saya tidak perlu menanggapi pendapat orang per orang. Setahu kami semua sudah berjalan dengan baik. Kalau ada keberatan biasanya dapat disampaikan melalui asosiasi kontraktor,” katanya.
Reporter: Agus Fajri
Editor: Penerus Bonar
BACA JUGA: Sengkarut Lahan di Kota Batam, Hutan Lindung Dijadikan Perumahan